Pada permulaan abad ke 16 Kerajaan Aceh berada pada masa puncak kejayaannya, dibawah pimpinan Sultan Iskandar Muda ( 1607 – 1638 ). Daerah kekuasaannya meliputi pantai barat pulau Sumatera dari Bengkulu hingga ke pantai timur pulau Sumatera yang meliputi Riau. Pada masa itu terdapat pula Kerajaan-kerajaan kecil di wilayah Aceh itu sendiri, salah satunya terdapat di wilayah Aceh Singkil.
Dari peninggalan-peninggalan sejarah yang
ada serta cerita rakyat yang berkembang menunjukkan bukti adanya
kerajaan-kerajaan di wilayah Singkil itu sendiri. Beberapa
peninggalan-peninggalan bersejarah tersebut dapat dilihat dari
ditemukannya situs-situs bangunan serta alat-alat perlengkapan hidup
seperti senjata, peralatan makan, perhiasan, perlengkapan pertanian,
adat istiadat. Hal ini menunjukkan adanya struktur masyarakat berlapis
yang ditunjukkan dengan terdapanya nama (gelar) Raja, pembantu-pembantu
raja dan rakyat biasa. Sewaktu kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan
Iskandar Muda, didudukkanlah Syeikh Abdul Rauf as Singkili yang berasal
dari wilayah Singkil sebagai tempat orang merujuk hukum agama atau hukum
Syara.
Lahir di Singkil dari keluarga yang ada
hubungannya dengan Hamzah Fansuri seorang tokoh kepenyairan di
Indonesia. Pada masa itu masyarakat Aceh Singkil sudah memiliki
peradaban yang tinggi serta mempunyai pemerintahan, hal ini dikuatkan
dengan adanya Kerajaan Batu-batu, Penanggalan, Binanga dan lain-lainnya.
Dalam perjalanan waktu Aceh Singkil telah melewati masa-masa peralihan
kekuasaan diantaranya adalah : – Masa Pemerintahan Kolonial Belanda –
Masa Pemerintahan Penjajahan Jepang – Masa Kemerdekaan Republik
Indonesia
Masa Pemerintahan Kolonial Belanda, Pada masa pemerintahan kolonial Belanda , wilayah Singkil merupakan Onderrafdeeling (Kewedanan) yang dikepalai oleh Controleur , dimana Onderrafdeeling ini membawahi empat Landschap
(Kecamatan) yaitu Singkil, Pulau Banyak, Simpang Kiri dan Simpang Kanan
yang masing-masing kecamatan tersebut dikepalai oleh seorang “Zelfbestuurder
” (Camat) yang juga membawahi empat kemukiman yang dikepalai oleh
seorang Mukim. Dan Mukim juga membawahi beberapa Kepala Kampong di
kemukimannya. Onderrafdeeling (Kewedanan) pada masa indonesia merdeka diganti namanya menjadi Pembantu Bupati Wilayah Singkil.
Adapun peninggalan-peninggalan dari masa
penjajahan kolonial Belanda ini berupa kantor pemerintahan,kantor
pelabuhan, kantor pos, rumah controleur , sekolah (volgschool dan vervolgschool
), Mesjid serta rumah-rumah yang pernah dibangun oleh pemerintah
kolonial Belanda pada akhir abad ke 19. Wilayah Singkil pada masa itu
masih berupa hutan belantara, dimana sebahagian besar mata pencaharian
penduduk masih sangat tergantung dari potensi yang ada pada alam,
terutama dibidang hasil kehutanan seperti kayu, kapur barus, kemenyan,
dibidang pertanian, perikanan, serta pelayaran. Selain itu didaerah
pesisir pantai Singkil banyak dihuni oleh pembuat garam dapur dari air
laut. Wilayah Singkil merupakan salah satu daerah yang diperbolehkan
oleh pemerintah kolonial Belanda untuk membuat garam, dimana garam yang
dihasilkan kemudian diperdagangkan dengan pedagang-pedagang yang datang
ke Singkil terutama sekali dari Alas, Blangkejeren yang diangkut melalui
jalur sungai di Singkil. Pemerintah penjajahan kolonial Belanda pada
saat itu juga telah membuka perkebunan kelapa sawit dan karet di daerah
Lae Butar Rimo.
Pada masa itu banyak didatangkan pekerja
(buruh) dari daerah pulau Jawa yang dipekerjakan diperkebunan milik
Belanda dengan cara sistem kontrak yang lebih dikenal dengan “Kuli
Kontrak”. Seiring dengan dibukanya perkebunan milik pemerintah kolonial
Belanda ini maka semakin terbukalah wilayah Singkil bagi masuknya
penduduk lain diluar wilayah Singkil.
Masa Pemerintahan Penjajahan Jepang , militer Jepang masuk kewilayah Onderafdeeling Singkil untuk pertama kali melalui perairan laut Singkil. Mereka mendarat melalui tepian tepat didepan kantor Controleur
. Pendaratan militer Jepang ke Singkil ini dipimpin oleh Letnan Satu
Nakamura, yang kemudian mengambil alih kekuasaan di Singkil dari
Pemerintah kolonial Belanda yang pada saat itu telah mengungsi ke daerah
perkebunan Lae Butar di Rimo.
Selama dalam kekuasaan militer Jepang, mereka tidak merubah status wilayah Singkil sebagai Onderafdeeling (Kewedanan) hanya istilahnya saja yang diganti sesuai dengan bahasa Jepang seperti Onderafdeeling diganti dengan Gun dan Landschap diganti dengan Son
. Pada masa kekuasaan Jepang diwilayah Singkil, roda pemerintahan tidak
berjalan dengan lancar. Penyesuaiannya dalam waktu yang relatif singkat
dalam ukuran tahun yakni 3,5 tahun tetapi telah banyak mengakibatkan
penderitaan dan kesengsaraan bagi masyarakat Singkil. Ketika Jepang
kalah perang dengan pasukan Sekutu, maka sekutu memerintahkan kepada
militer Jepang untuk mengawasi keamanan setempat sebelum wilayah itu
diambil alih oleh pihak sekutu.
Akan tetapi Indonesia telah terlebih
dahulu memproklamirkan kemerdekaannya dan telah menjadi negara merdeka
sehingga rakyat menginginkan kekuasaan dan senjata Jepang diserahkan
kepada rakyat Indonesia. Pihak Jepang bersikeras tidak ingin menyerahkan
kekuasaan dan senjata kepada masyarakat, sehingga menimbulkan
perlawanan yang dimotori oleh Barisan Pemuda Indonesia yang dibantu oleh
tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh-tokoh agama yang ada diwilayah
Singkil.
Masa Kemerdekaan Republik Indonesia
, Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 yang
dipelopori oleh Ir Sukarno dan Drs Mohammad Hatta di Jakarta gaungnya
telah sampai berkumandang di wilayah Singkil yang pada saat itu masih
merupakan daerah tak bertuan (de jure ). Tetapi secara de facto
pemerintahan di wilayah Singkil ada yang melaksanakan yaitu
pegawai-pegawai penjajahan Jepang yang kemudian beralih menjadi pegawai
Republik Indonesia. Rakyat mengakui dan sangat mendukung dan kemudian
ditetapkan oleh Pemerintahan di Aceh pada waktu itu dengan dibantu oleh
Organisasi Massa dan Komite Nasional Indonesia Wilayah Singkil.
Pembacaan naskah Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia di wilayah Singkil dilakukan di Simpang Tiga Singkil dengan
upacara yang sederhana oleh Mufti A.S sebagai “Wedana Darurat “pada saat
itu didasarkan karena rasa tanggung jawab sebagai bagian dari bangsa
Indonesia. Kemudian Pemerintahan di Kutaradja mengakuinya, hal ini
ditandai dengan diundangnya Mufti A.S pada rapat pleno Komite Nasional
Indonesia Daerah Aceh yang diadakan di Kutaradja (Banda Aceh sekarang).
Rapat Pleno Komite Nasional Indonesia Daerah Aceh, memutuskan bahwa
Komite Nasional Indonesia Daerah Aceh dibubarkan dan kemudian diganti
dengan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) Aceh. Pada tahun 1957 partai-partai
politik, alim ulama, cendekiawan, dan organisasi massa yang berada di
Aceh Singkil mengadakan pertemuan di Singkil yang memutuskan pembentukan
PANITIA AKSI PENUNTUT KABUPATEN OTONOMI SINGKIL (PAPKOS).
Panitia ini kemudian mengirimkan
delegasinya ke Tapaktuan yang merupakan Kabupaten Induk dari wilayah
kewedanan Singkil, untuk membicarakan tuntutan nurani masyarakat
wilayah/kewedanan Singkil kepada Bupati Aceh Selatan untuk selanjutnya
diteruskan ke Gubernur Aceh. Tapi tuntutan masyarakat belum berhasil
untuk memperjuangkan berdirinya Kabupaten Aceh Singkil. Usaha masyarakat
Aceh Singkil untuk memperjuangkan terbentuknya kabupaten Aceh Singkil
tidak berhenti sampai disitu,, tetapi terus diperjuangkan tahun demi
tahun sampai kemudian dibangun Kantor Penghubung Bupati Aceh Selatan di
Singkil untuk mengakomodir keinginan masyarakat wilayah Singkil.
Usaha masyarakat untuk memperjuangkan
Kabupaten Aceh Singkil akhirnya menjadi kenyataan dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Otonomi Daerah oleh pemerintah Pusat. Akhirnya pembentukan
Kabupaten Aceh Singkil terwujud dengan adanya Undang-Undang No. 22
tahun 1999 dengan Peraturan Pemerintah No. 129 tahun 2000 sebagai
peraturan pelaksana Undang-Undang tersebut. Dengan dasar Undang-Undang
No. 22 Tahun 1999 kemudian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
menghasilkan Undang-Undang Nomor 14 tahun 1999, tanggal 20 April 1999
memutuskan dan menetapkan wilayah Pembantu Penghubung Bupati di Singkil
menjadi Kabupaten dengan nama Kabupaten Aceh Singkil dengan Pejabat
Bupati pertamanya Makmursyah Putra, SH.
Kabupaten Aceh Singkil adalah sebuah
kabupaten yang berada di ujung barat daya Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam ( NAD), Indonesia. Aceh Singkil merupakan pemekaran dari
Kabupaten Aceh Selatan dan sebagian wilayahnya berada di kawasan Taman
Nasional Gunung Leuser. Kabupaten ini juga terdiri dari dua wilayah
yaitu daratan dan kepulauan. Kepualauan yang menjadi bagian dari
Kabupaten Aceh Singkil adalah Kepulauan Banyak. Ibukota Aceh Singkil
terletak di Singkil.
Singkil terletak di jalur barat sumatera
yang menghubungkan Banda Aceh, Medan dan Sibolga, namun demikian
jalurnya lebih bergunung-gunung dan perlu dilakukan banyak perbaikan
akses jalan agar keterisolasian wilayah dapat teratasi. Sebelum
Kabupaten Aceh Singkil terbentuk, wilayah Singkil dahulu merupakan
daerah yang sangat terpencil dikarenakan kondisi alamnya yang masih
berupa rawa-rawa dan hutan belantara yang sangat sulit untuk didatangi
karena keterbatasan jalur transportasinya.
Jalur transportasi yang dahulu ada hanya
melalui jalur laut, itupun harus ditempuh berhari-hari lamanya dari kota
Sibolga (Sumatera Utara) untuk dapat mencapai kota Singkil. Sedangkan
dari daerah pedalaman untuk sampai ke kota Singkil harus melalui jalur
sungai yang juga memakan waktu yang lama pula. Keadaan ini berubah
seiring dengan terbentuknya Kabupaten Aceh Singkil yang ditetapkan
tanggal 20 april 1999 (Undang-Undang No. 14 tahun 1999), dan pelantikan
Makmursyah Putra, SH sebagai Pejabat Bupati Kabupaten Aceh Singkil,
tanggal 27 April 1999 oleh Menteri Dalam Negeri Atas Nama Presiden
Republik Indonesia, di Jakarta.
Peresmian Kabupaten Aceh Singkil tanggal
14 Mei 1999 oleh Gubernur Propinsi Daerah Istimewa Aceh di Lapangan
Sultan Daulat Singkil. Maka sejak saat itu lambat laun wilayah Aceh
Singkil menjadi semakin berkembang seiring dengan terbentuknya Kabupaten
aceh Singkil. Tahap-demi tahap pembangunan di wilayah Singkil mulai
berjalan dengan dibangunnya sarana transportasi jalan, perkantoran dan
pelabuhan. Berbagai sarana dan prasarana mulai dibangun dan dibenahi,
ini terlihat dengan dibangunnya jalan Singkil-Rimo-Subulussalam sehingga
memudahkan masyarakat untuk berhubungan ke kota Singkil sebagai Ibukota
Kabupaten.
Setelah jalan Singkil-Rimo –Subulussalam
dibuka, maka tanah menjadi andalan untuk mendatangkan uang. Daerah yang
semulanya hutan belantara kini berubah menjadi daerah yang produktif dan
berkembang, yang semula merupakan daerah buangan setelah dibuka menjadi
daerah bilangan. Tata ruang masih merupakan kendala yang sangat berat
dihadapi oleh Kabupaten Singkil yang baru saja berdiri, akan tetapi hal
ini tidak menjadi halangan berarti bagi Pemerintah Kabupaten aceh
Singkil untuk mensejajarkan dirinya dengan Kabupaten-kabupaten lain di
Propinsi Aceh. Berbagai fasilitas Pendidikan dan Kesehatan mulai banyak
dibangun, begitu juga dengan fasilitas umum lainnya seperti jembatan dan
jalan yang merupakan sarana vital bagi masyarakat umum. Beberapa sektor
juga mulai dibenahi seperti sektor Pariwisata dengan mengandalkan Pulau
Banyak sebagai tujuan utama wisata di Aceh Singkil.
Di sektor perkebunan juga mulai
berkembang pesat, dengan banyaknya pembukaan lahan-lahan Perkebunan
Kelapa Sawit oleh Perusahaan-Perusahaan Swasta untuk menanamkan
investasinya di wilayah Aceh Singkil. Bukan hanya lahan perkebunan yang
dibuka, tetapi Pabrik-Pabrik pengolahan minyak kelapa Sawit juga mulai
dibangun oleh Perusahaan-Perusahaan Swasta tersebut, diantaranya adalah
PT Socfindo (telah lama berdiri), PT. Uber Traco, PT Astra, PT Asdal, PT
Delima Makmur dan lain-lain. Sektor Perikanan juga semakin digalakkan
dengan memperbanyak kapal-kapal penangkap ikan bagi nelayan dimana
merupakan mata pencaharian penduduk disepanjang pesisir wilayah pantai
Singkil.
0 comments:
Post a Comment