Saturday, September 6, 2014

MUNIR SAID THALIB

Munir Said Thalib, lahir di Malang, Jawa Timur pada tanggal 8 Desember 1965 M, beberapa bulan setelah tragedi kudeta di Indonesia. Pria sederhana yang bersahaja dari pasangan Said Thalib dan Jamilah, sebagai anak keenam dari tujuh bersaudara. Munir dikenal sebagai aktivis yang menjunjung tinggi tolerasi, menghormati hak- hak kemanusiaan, berjuang melawan kekerasan, dan otoritarian, serta meneriakkan kebenaran.
Sebagai mahasiswa Munir adalah seorang aktivis dan memilih Islam. Seorang pejuang HAM yang tak kenal lelah ini mendapatkan gelar SH dari Universitas Brawijaya Malang. Sejak mahasiswa Munir adalah mahasiswa yang gesit dan kritis. Munir muda dan cerdas bergabung dan meminpin sejumlah organisasi;
1. Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Unibraw tahun 1988;
2. Anggota Forum Studi Mahasiswa untuk Pengembangan Berpikir, di Unbraw tahun 1988;
3. Anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI);
4. Sekertaris Dewan Perwakilan Mahasiswa Hukum Unibraw tahun 1988;
5. Sekertaris Al- Irsyad cabang Malang tahun 1988;
6. Koordinator wilayah IV Asosiasi Mahasiswa Hukum Indonesia tahun 1989.
Lulusan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang ini, memulai karirnya di LBH Pos Malang, masuk menjadi sukarelawan di LBH Pos Malang tahun 1989, kemudian pindah ke Surabaya dan menjadi Koordinator Divisi Perburuhan dan Divisi Hak Sipil Politik LBH pada tahun 1992-1993. Pada tahun 1993 Munir diangkat menjadi Kepala Bidang Operasional LBH Surabaya sampai tahun 1995. Karir Munir terus menanjak, setelah menjabat sebagai Kepala Bidang Oprasional LBH di Surabaya, Ia dipromosikan menjadi Direktur LBH Semarang, tahun 1996. Di semarang Munir tidak lama, hanya beberapa bulan saja dan ditarik ke Jakarta menjadi Sekertaris Bidang Operasional Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), tahun 1996 dan menjadi Wakil Ketua YLBHI bidang Operasional, 1997-2001. Pada tahun 1998 Munir mendirikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KONTRAS), serta menjadi Koordiantor Bandan Pekerja pada LSM tersebut. Nama Munir kian terkenal, saat Munir melakukan advokasi terhadap korban penculikan pada waktu itu. Selain itu, Munir juga termasuk pendiri dan sebagai Inisiator Lembaga Perdamaian dan Rekonsiliasi (Lerai) yang menangani kasus konflik horisontal (seperti konflik di Maluku).
Pada tahun 2000- 2004 Munir diangkat sebagai Ketua Dewan Pengurus KONTRAS, yang juga menjadi Anggota Dewan Penasehat Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Timor Leste (Commissao de Acolhimento, Verdade e Reconcilicao de Timor Leste (CAVR), tahun 2003. Pada tahun 2002-2004 Ia juga sebagai Executive Director of Imparsial (The Indonesian Human Rights Monitor). Anggota Kelompok Kerja “ Security Sector Reform ”, Pro-Patria, dan sebagai Anggota Istisyariah Al Irsyad, hingga akhir hayat beliau.
Keseriusan Munir dalam bidang Hukum ditunjukannya dengan membela kaum yang tertindas, mendirikan serta bergabung dalam beberapa organisai serta membantu pemerintah dalam tim investigasi dan tim penyusun rancangan undang- undang (Undang- Undang Pengadilan HAM, pada tahun2000, dan Undang- Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, pada tahun yang sama). Atas pengabdian dan konsistensinya tersebut Munir banyak mendapatkan penghargaan baik Nasional maupun Internasional. Munir juga aktif dibeberapa kegiatan advokasi dalam bidang perburuhan, pertanahan, Lingkungan, Gender dan sejumlah kasus pelanggaran hak sipil dan politik. Sepanjang hidupnya ia banyak menagani kasus hukum, diantaranya :

1. kasus Fernando Araujo Cs. di Denpasar. Araujo dituduh sebagai pemberontak melawan pemerintahan Indonesia untuk memerdekakan Timor timur dari Indonesia, tahun 1992.
2. Penasehat Hukum in the case of Jose Antonio de Jesus Dasneves (Samalarua) in Malang, 1994, with the accusation of revolt against the government to separate East Timor from Indonesia, 1994.
3. Penasehat Hukum keluarga Marsinah dan sejumlah buruh lainnya di PT. CPS menuntut KODAM V Brawijaya atas tindakan mereka dalam melakukan kekerasan dan pembunuhan terhadap Marsinah, aktivis buruh, 1994.
4. Penasehat Hukum warga Nipah, Madura, dalam kasus Pembunuhan petani-petani oleh Militer, 1993.
5. Penasehat Hukum Sri Bintang Pamungkas (Ketua Umum PUDI) dalam kasus kriminalisasi dengan tuduhan subversi dan gugatan tata usaha negara atas perkara pemecatan Sri Bintang Pamungkas sebagai dosen di Universitas Indonesia, Jakarta, 1997.
6. Penasehat Hukum Muchtar Pakpahan (Ketua Umum SBSI) dalam kasus kriminalisasi dengan tuduhan subversi, Jakarta, tahun 1997.
7. Penasehat Hukum Dita Indah Sari, Kun Chusen Pontoh , Sholeh (ketua PPBI dan anggota PRD) dalam kasus kriminalisasi dengan tuduhan subversi, Surabaya, tahun 1996.
8. Penasehat Hukum mahasiswa dan petani di Pasuruan, dalam kasus kerusuhan di PT. Chief Samsung, dengan tuduhan sebagai otak kerusuhan, tahun 1995.
9. Penasehat Hukum dari 22 buruh PT. Maspion, dalam kasus penyerangan di Sidoarjo, Jawa Timur, tahun 1993.
10. Penasehat Hukum DR George Yunus Adicondro (Dosen Universitas Kristen Satyawacana, Salatiga) dalam kasus penghinaan pemerintah, Yogyakarta, tahun 1994.
11. Penasehat Hukum Muhadi (Supir yang dituduh melakukan penembakan terhadap seorang Polisi, Madura, Jawa Timur, tahun 1994.
12. Penasehat Hukum para korban dan keluarga Korban Penghilangan Orang secara paksa 24 aktivis politik dan mahasiswa di Jakarta, tahun 1997 hingga 1998.
13. Penasehat Hukum korban dan keluarga korban pembantaian dalam tragedi Tanjung Priok tahun 1984, hingga 1998.
14. Penasehat Hukum korban dan keluarga korban penembakan mahasiswa di Semanggi I tahun (1998) dan Semanggi II tahun (1999).
15. Penasehat Hukum dan koordinator advokasi kasus-kasus pelanggaran berat HAM di Aceh, Papua, melalui KontraS. Termasuk beberapa kasus diwilayah Aceh dan Papua yang dihasilkan dari kebijakan operasi Militer.
16. Pada tahun 2004, Munir juga bergabung dengan Tim advokasi SMPN 56 yang digusur oleh Pemda.
Munir adalah pria sederhana yang bersahaja. Ia merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara Said Thalib dan Jamilah. Ia adalah seorang tokoh, seorang pejuang sejati, seorang pembela HAM di indonesia. Pria kelahiran Malang, 8 Desember 1965 ini adalah seorang aktivis muslim ekstrim yang kemudian beralih menjadi seorang Munir yang menjunjung tinggi toleransi, menghormati nilai-nilai kemanusiaan, anti kekerasan dan berjuang tanpa kenal lelah dalam melawan praktek-praktek otoritarian serta militeristik.

Munir adalah seorang aktivis yang sangat aktif memperjuangkan hak-hak orang tertindas. Selama hidupnya ia selalu berkomitmen untuk selalu membela siapa saja yang haknya terdzalimi. Tidak gila harta, pangkat, jabatan, dan juga fasilitas. Ia membuktikannya dengan perbuatan. Ketika ia mendapatkan hadiah ratusan juta rupiah sebagai penerima "The Right Livelihood Award" ia tidak menikmatinya sendiri, melainkan membagi dua dengan Kontras, dan sebagian lagi diserahkan kepada ibunda tercintanya. Di tengah maraknya pejabat berebut fasilitas, Munir malah tidak tergoda. Ia tetap menggunakan sepeda motor sebagai teman kerjanya. Seorang tokoh kelas dunia yang sangat bersahaja.

Gelar SH didapatkannya dari sebuah universitas terkemuka di Malang, Unibraw. Selama menjadi mahasiswa, Munir dikenal sebagai aktivis kampus yang sangat gesit. Ia pernah menjadi Ketua senat mahasiswa fakultas hukum Unibraw pada tahun 1998, koordinator wilayah IV asosiasi mahasiswa hukum indonesia pada tahun 19989, anggota forum studi mahasiswa untuk pengembangan berpikir di Unibraw pada tahun 1988, Sekretaris dewan perwakilan mahasiswa hukum Unibraw pada tahun 1988, sekretaris al-Irsyad cabang Malang pada 1988, dan menjadi anggota Himpunan Mahsiswa Islam (HMI).

Munir mewujudkan keseriusannya dalam bidang hukum dengan cara melakukan pembelaan- pembelaan terhadap sejumlah kasus, terutama pembelaannya terhadap kaum tertindas. Ia juga mendirikan dan bergabung dengan berbagai organisasi, bahkan juga membantu pemerintah dalam tim investigasi dan tim penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU).

Beberapa kasus yang pernah ia tangani yaitu pada kasus Araujo yang dituduh sebagai pemberontak melawan pemerintahan Indonesia untuk memerdekakan Timor timur dari Indonesia pada 1992, kasus Marsinah (seorang aktivis buruh) yang dibunuh oleh militer pada tahun 1994, menjadi penasehat hukum warga Nipah, Madura, dalam kasus pembunuhan petani-petani oleh militer pada tahun 1993, menjadi penasehat hukum mahasiswa dan petani di Pasuruan, dalam kasus kerusuhan di PT.Chief Samsung, dengan tuduhan sebagai otak kerusuhan pada tahun 1995, Penasehat hukum Muhadi (sopir) yang dituduh melakukan penembakan terhadap seorang polisi di Madura, Jawa Timur pada 1994, penasehat hukum para korban dan keluarga Korban Penghilangan Orang secara paksa 24 aktivis politik dan mahasiswa di Jakarta pada tahun 1997 hingga 1998, penasehat hukum korban dan keluarga korban pembantaian dalam tragedi Tanjung Priok 1984 hingga 1998, penasehat hukum korban dan keluarga korban penembakan mahasiswa di Semanggi I (1998) dan Semanggi II (1999), penasehat hukum dan koordinator advokasi kasus- kasus pelanggaran berat HAM di Aceh, Papua, melalui Kontras. Termasuk beberapa kasus di wilayah Aceh dan Papua yang dihasilkan dari kebijakan operasi Militer. Munir juga aktif di beberapa kegiatan advokasi dalam bidang perburuhan, pertanahan, Lingkungan, Gender dan sejumlah kasus pelanggaran hak sipil dan politik.

Pada Tahun 2003, Munir bersikeras untuk ikut dengan sejumlah aktivis senior dan aktivis pro demokrasi mendatangi DPR paska penyerangan dan kekerasn yang terjadi di kantor Tempo, padahal ia masih diharuskan beristirahat oleh dokter.

Pada tahun 2004, Munir juga bergabung dengan Tim advokasi SMPN 56 yang digusur oleh Pemda. Selain itu, ia juga seorang yang aktif menulis di berbagai media cetak dan elektronik yang berkaitan dengan tema-tema HAM, Hukum, Reformasi Militer dan kepolisian, Politik dan perburuhan.

Munir adalah sosok pemberanni dan tangguh dalam meneriakkan kebenaran. Ia adalah seorang pengabdi yang teladan, jujur, dan konsisten. Berkat pengabdiannya itulah, ia mendapatkan pengakuan yang berupa penghargaan dari dalam negeri dan luar negeri. Di dalam negeri, ia dinobatkan sebagai Man Of The Year 1998 versi majalah UMMAT, penghargaan Pin Emas sebagai Lulusan UNIBRAW yang sukses, sebagai salah seorang tokoh terkenal Indonesia pada abad XX, Majalah Forum Keadilan. Semenatara di luar negeri, ia dinobatkan menjadi As Leader for the Millenniumdari Asia Week pada tahun 2000, The Right Livelihood Award (Alternative Nobel Prizes)untuk promosi HAM dan kontrol sipil atas militer, Stockholm pada December 2000, dan An Honourable Mention of the 2000 UNESCO Madanjeet Singh Prize atas usaha- usahanya dalam mempromosikan toleransi dan Anti Kekerasan, Paris, November 2000.

Wafat
Munir wafat pada tanggal 7 September 2004, di pesawat Garuda GA-974 kursi 40 G dalam sebuah penerbangan menuju Amsterdam, Belanda. Perjalanan itu adalah sebuah perjalanan untuk melanjutkan study-nya ke Universitas Utrecht. Ia dibunuh dengan menggunakan racun arsenik yang yang ditaruh ke makanannya oleh Pollycarpus Budihari Priyanto. Pollycarpus adalah seorang pilot Garuda yang waktu itu sedang cuti. Dan pada saat keberangkatan Munir ke Belanda, secara kontroversial ia diangkat sebagai corporate security oleh Dirut Garuda. Sampai sekarang, kematian seorang Munir, sang Pahlawan orang Hilang, sang pendekar HAM ini masih sebuah misteri. Jenazahnya dimakamkan di taman makam umum kota Batu. Ia meninggalkan seorang istri bernama Suciwati dan dua orang anak, yaitu Sultan Alif Allende dan Diva. Sejak tahun 2005, tanggal kematian Munir, 7 September, oleh para aktivis HAM dicanangkan sebagai Hari Pembela HAM Indonesia.

Untuk memperingati satu tahun kepergian Munir, diluncurkan film dokumenter karya Ratrikala Bhre Aditya dengan judul Bunga Dibakar di, Jakarta Pusat, 8 September 2005. Film ini menceritakan perjalanan hidup Munir sebagai seorang suami, ayah, dan teman. Munir digambarkan sosok yang suka bercanda dan sangat mencintai istri dan kedua anaknya. Masa kecil Munir yang suka berkelahi layaknya anak-anak lain dan tidak pernah menjadi juara kelas juga ditampilkan. Munir dibunuh di era demokrasi dan keterbukaan serta harapan akan hadirnya sebuah Indonesia yang dia cita-citakan mulai berkembang. Semangat inilah yang ingin diungkapkan lewat film ini.
Sebuah film dokumenter lain juga telah dibuat, berjudul Garuda's Deadly Upgrade hasil kerja sama antara Dateline dan.Pada peringatan tahun kedua, 7 September 2006, di Tugu Proklamasi diluncurkan film dokumenter berjudul His History Film ini bercerita tentang proses persidangan Pollycarpus dan fakta-fakta yang terungkap di pengadilan.
Sejak 2005, tanggal kematian Munir 7 September, oleh para aktivis HAM dicanangkan sebagai Hari Pembela HAM Indonesia.

Kronologi Pembunuhan Munir
Tiga jam setelah pesawat GA-974 take off dari Singapura, awak kabin melaporkan kepada pilot Pantun Matondang bahwa seorang penumpang bernama Munir yang duduk di kursi nomor 40 G menderita sakit. Munir bolak balik ke toilet. Pilot meminta awak kabin untuk terus memonitor kondisi Munir. Munir pun dipindahkan duduk di sebelah seorang penumpang yang kebetulan berprofesi dokter yang juga berusaha menolongnya. Penerbangan menuju Amsterdam menempuh waktu 12 jam. Namun dua jam sebelum mendarat 7 September 2004, pukul 08.10 waktu Amsterdam di bandara Schipol Amsterdam, saat diperiksa, Munir telah meninggal dunia.
Pada tanggal 12 November 2004 dikeluarkan kabar bahwa polisi Belanda (Institut Forensik Belanda) menemukan jejak-jejak senyawa arsenikum setelah otopsi. Hal ini juga dikonfirmasi oleh polisi Indonesia. Belum diketahui siapa yang telah meracuni Munir, meskipun ada yang menduga bahwa oknum-oknum tertentu memang ingin menyingkirkannya.
Pada 20 Desember 2005 Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi vonis 14 tahun hukuman penjara atas pembunuhan terhadap Munir. Hakim menyatakan bahwa Pollycarpus, seorang pilot Garuda yang sedang cuti, menaruh arsenik di makanan Munir, karena dia ingin mendiamkan pengkritik pemerintah tersebut. Hakim Cicut Sutiarso menyatakan bahwa sebelum pembunuhan Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior, tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut. Selain itu Presiden Susilo juga membentuk tim investigasi independen, namun hasil penyelidikan tim tersebut tidak pernah diterbitkan ke publik.
Pada 19 Juni 2008, Mayjen (purn) Muchdi Pr, yang kebetulan juga orang dekat Prabowo Subianto dan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, ditangkap dengan dugaan kuat bahwa dia adalah otak pembunuhan Munir[1]. Beragam bukti kuat dan kesaksian mengarah padanya[2].Namun demikian, pada 31 Desember 2008, Muchdi divonis bebas. Vonis ini sangat kontroversial dan kasus ini tengah ditinjau ulang, serta 3 hakim yang memvonisnya bebas kini tengah diperiksa[3].
 

0 comments:

Post a Comment