Mengungkap fakta tentang pelanggaran HAM tragedi Arakundo
Tragedi pembantai rakyat Aceh oleh serdadu bersenjata.
Tragedi pembantai rakyat Aceh oleh serdadu bersenjata.
Tragedi itu terjadi di Simpang Kuala, Kecamatan Idi Cut, kaupaten Aceh Timur, Rabu dinihari, 3 Februari 1999, persis di depan Markas Komandan Rayon Militer (Koramil) dan Kantor Polisi Sektor (Polsek) setempat. Selasa, 2 Pebuari 1999, warga Desa Matang Ulim, Idi Cut, Kecamatan Darul Aman, Aceh Timur bergotong royong untuk menyiapkan pentas kegiatan. Sekitar pukul 16.00 WIB datang beberapa tentara dengan membawa senjata laras panjang yang diperkirakan oleh para penduduk sebagai anggota Koramil setempat.
Aparat militer tersebut langsung mengobrak-abrik pentas yang sedang dikerjakan serta menganiaya beberapa orang yang pada saat itu berdiri di sekitar tempat pembuatan pentas.Nama-nama korban pemukulan adalah; Ri, Za, Bm, MB, Jn, Ms, Si, US, Su, Ml dan MN. Mereka semuanya berumur antara 16 sampai 27 tahun.
Tetapi tidak lama setelah itu masyarakat kembali bergotong royong melanjutkan pekerjaan mereka yang tertunda. Sebelum acara dimulai pada pukul 20.30. WIB, massa sudah berkumpul sejak sore harinya serta membanjiri lapangan Simpang Kuala, Idi Cut, sampai ke sisi jalan Medan- Banda Aceh. Massa yang hadir pada saat dakwah tersebut diperkirakan sekitar 10.000 pengunjung dan berbagai daerah.
Setelah acara selesai pukul 00.30 WIB dinihari, massa kemudian bubar dan sempat tertahan lama di simpang jalan Kuala Idi Cut karena banyaknya kendaraan yang akan keluar dan jalan tersebut. Sekitar pukul 00:45 WIB, masyarakat yang mendengar ceramah pulang ke rumah masing-masing, sebagian berjalan kaki, menggunakan sepeda motor dan sebagian lagi menggunakan mobil bak terbuka. Mereka melewati kantor
Tiba-tiba Hi berdiri dan mengatakan pada tentara itu bahwa ia keluarga tentara dan hidup di asrama tentara. Anaknya juga seorang tentara. “Enak saja kamu. Anak saya saja yang melatih kamu tidak sekejam itu,” bentak Hi.
perkataan dan aparat yang melakukan penembakan. “Kamu yang membunuh tentara, habis semua. Kamu potong leher. Kamu campak ke sungai.”
Il misalnya, mobilnya dirusak, dan menderita kerugian Rp7 juta. Fyh, 35 tahun, motornya dirusak dan kerugian sekitar Rp1,5 juta. Selain itu, masih banyak warga lainnya yang mengalami kerugian materi. Setelah kejadian, masyarakat masih ketakutan. Teror yang dilakukan oleh aparat militer terus berlangsung. Aparat berkeliaran berkeliling kota dengan truk militer yang bertulisan “Sambar Nyawa” pada kaca mobilnya. Tentara juga menggunakan alat komunikasi (telepon) masyarakat dengan paksa. Mereka menakut-nakuti warga agar mau menyerahkan hasil buminya seperti sayuran, ikan hasil tangkapan nelayan, dan kebutuhan sehari hari lainnya.
Tindakan kekerasan di Idi Cut merupakan balas dendam ABRI terhadap peristiwa sebelumnya, berupa swepping yang dilakukan sejumlah orang sipil di Lhok Nibong, 3 Januari 1999. Hal itu terbukti dari makian-makian yang dilontarkan para serdadu ABRI saat sedang membantai korban. “Kalian bunuh kawan kami. Kalian ceburkan mereka ke sungai. rasakan balasannya."
“Teupue na ditiek mayet dalam krueng nyoe, (tahu pernah dibuang mayat di sini),” tanya Tim Koalisi NGO HAM kepada remaja tersebut. “Teupue lah, mandum masyarakat inoe teupue, (Tahulah, semua masyarakat di sini tahu),” jawab mereka hampir bersamaan. Waktu peristiwa tersebut, mereka masih berumur 6 tahun.
Ini hanya salah satu dari ribuan kasus pelanggaran HAM yang menimpah tanah Aceh
Masih banyak kasus-kasus lain yang sampai sekarang belum tuntas. Tragedi Berdarah Tutu Arakundo Idi Cut Aceh Timur
Masih banyak kasus-kasus lain yang sampai sekarang belum tuntas. Tragedi Berdarah Tutu Arakundo Idi Cut Aceh Timur
0 comments:
Post a Comment