Sunday, August 31, 2014

MERCURE FRANCAIS

Sebuah jurnal Prancis yang terbit sejak tahun 1605 pernah mencatat kegagahan armada laut Kerajaan Aceh kala mengepung Malaka. Raja Malaka bahkan harus meminta pertolongan bangsa Eropa untuk menghalau serangan 300 kapal layar dan 30 galias bangsa Aceh.Saat itu jurnal yang kerap mengulas strategi militer di Eropa atau kehidupan-kehidupan istana ini dipimpin oleh Jean Richer (1635) yang kemudian diganti Theophraste Renaudot (1644).Jurnal berbahasa Prancis ini menceritakan kisah pengepungan ini lewat artikelnya berjudul : Siege de Malaca par les Dachinois (Pengepungan Malaka oleh orang Aceh) tahun 1629 hingga 1630.Berikut kisah pengepungan ini dinukilkan Denys Lombard dalam bukunya Kerajaan Aceh; Zaman 
Sultan Iskandar Muda :

Voyone ensuitte une relation publice par les Espagnols de ce que les Portugais ont fait ceste année aux Indes.

L’ évesque de Cochin estant mort en la ville de Goa, Sa Majesté Catholique envoya ordre pour establir trios chefs au gouvernement des Indes Orientales. Ses despesches estans ouvertes au conseil on cogneut que la volonté de ladite Majesté estoit d’admettre audit government les trios chefs qu’il nommoit, pour ester a l’advenir les Indes régies par un Triumvirat, ce qui n’avoit esté pratiqué jusques alors en ces pays-la depuis que les Portugais y sont establish. D. Nugna, Alvares de Boteillo, l’un de ces trios gouverneurs, ne fut si tost en la possession du gouvernement, que le Roy d’Aliena luy envoya une ambassade, pour le prier de le secourir et ayder a faire lever le siege de la ville de Malaca, assiégé par les Dachinois, s’offrant d’aller par après assiégér la Xitera (ou nouvelle Cour Belgique des Hollandais, ou ils tenoient leur Gouvernement) avec une puissante arméé. Xitera est une isle proche de Malaca ou les Hollandais ont fait bator une puissante forteresse.

Sur les offers de ce Roy, Nugna Alvares estant choisi pour conduire le secours a Malaca, fut bien aise de ceste charge, pour avoir autrefois esté employé aux gueres faictes contre les Hollandais. Pour l’exécution de ce dessein il fit équiper et armer trente navires et qulques galéres pour porter des vivres et munitions, laissant la charge du gouvernement aux deux gouverneurs ses collegues. Il partit de Goa avec cette armée, et suivant sa route arriva a la veue de Malaca, ou il trouva la ville assiégée par mer et par terre, par les Dachinois grands ennemis des Chrestiens, qui avoient leur armée navale plus de trios cens voiles et trente galeres Royales. Apres que Dom Nugna eut recogneu le camp des enemis, il les alla investir de nuict; Durant laquelle il les assaillit, les défit et mit en route; et poursuivant sa victoire, descend en terre avec ses forces, et alla attaquer le gros de l’armée des Dachinois, plus grande beaucoup en nombre d’hommes que la sienne; néant moins se confiant au courage des siens, la combatit et la défit, emmenant grand nombre de prissonniers, le reste estant contraint de se sauvér a la fuite; et ainsi la ville de Malaca fut délivree du siege qu’elle avoit soustenu l’espace de cinq mois, estant alors réduite a une grande disette de vivres et d’autres necessite sans pour cela perdre courage, ayan résisté puissamment contre les attaques des ennemis.

Le general Nugna Alvares estoit a la teste de son armée et surmonta en cette expedition les lieux et endroicts plus périlleux. Il asseura tallement le courage des siens que la gloire luy demeura d’avoir libéré Malaca de ce long siege, et gaigna sur les ennemis quatre cens pieces d’artillerie, entre lesquelles il y en avoit cent de quarante livres de caliber avec lesquelles il remis sur son armée navale, et alors la ville de Apres cela Nugna avec son armée navale s’achemina vers Xisera, ou le ioint avec luy se rendirent masitres de la forteresse.


Terjemahan :

Marilah kita lihat sekarang sebuah cerita yang diterbitkan oleh orang Spanyol mengenai apa yang dilakukan bangsa Portugis tahun ini di Hindia.

Karena Uskup Cochin, telah wafat di Kota Goa, Paduka Katolik mengirim perintah supaya ditempatkan tiga pemimpin dalam Pemerintahan Hindia Timur. Setelah pesannya dibuka di Dewan, maka diketahui bahwa menurut keinginan Seri Paduka hendaknya ketiga pemimpin yang disebutnya dimasukkan ke dalam pemerintahan, supaya Hindia untuk selanjutnya diperintah oleh sebuah Triumvirat. (Ketiga gubernur itu ialah Nuno Alvares Botelho, kapten jenderal “Armada Alto-bordo” , Dom Lourenco dan Cunha, kapten kota Goa dan Goncalo Pinto da Fonseca), suatu hal yang sejak bangsa Portugis menetap di sana belum pernah dilakukan di negeri-negeri itu sampai saat itu. Baru saja D. Nugna, Alvares de Boteillo, salah satu dari ketiga gubernur itu memegang jabatannya, maka Raja Aliena mengirim utusan minta pertolongan dan bantuan untuk membebaskan Kota Malaka yang sedang dikepung oleh bangsa Aceh, disertai dengan tawaran; sesudahnya akan mengepung Xitera (atau Istana Belgia baru kepunyaan Belanda, tempat pemerintahan mereka) dengan tentara yang kuat sekali. Xitera adalah pulau dekat dengan Malaka tempat sebuah benteng yang kuat didirikan oleh bangsa Belanda.

Atas tawaran raja ini, Nugna Alvares yang dipilih untuk memimpin bantuan bagi Malaka, senang dengan tugas ini karena dahulu sudah pernah ikut serta dalam perang-perang melawan bangsa Belanda. Untuk melaksanakan rencana itu, ia memperlengkapi dan mempersenjatai tiga puluh kapal dan beberapa galias (dua puluh delapan kapal_menurut teks Portugis) yang harus mengangkut makanan dan amunisi, sedangkan tugas pemerintahan diserahkannya kepada kedua gubernur lainnya, rekan-rekannya. Ia berangkat dari Goa bersama tentara itu, lalu menempuh jalan sampai tiba di depan Malaka; di sana ditemukannya kota itu dikepung dari laut dan dari darat oleh bangsa Aceh, musuh besar orang Eropa, yang mempunyai lebih dari tiga ratus kapal layar dan tiga puluh galias kerajaan dalam angkatan lautnya. Setelah sempat tinggal musuh diketahui oleh Dom Nugna, malam hari dikepungnya; sementara itu ia menyerang, mengalahkan dan mengusir musuh itu; dan untuk melanjutkan kemenangannya, ia mendarat bersama angkatan bersenjatanya dan menyerang bagian pokok tentara Aceh yang jauh lebih besar jumlahnya dari tentaranya sendiri; meskipun begitu ia mengandalkan keberanian orang-orangnya, dan tentara itu diserbunya dan dikalahkannya, dan dibawanya sejumlah besar tawanan, sedangkan sisanya terpaksa lari untuk menyelamatkan nyawanya; maka demikianlah kota Malaka dibebaskan dari pengepungan yang sudah lima bulan lamanya dideritanya, bersama kekurangan akan makanan dan keperluan lain, tetapi keberaniannya tak luntur dan serbuan-serbuan musuh dilawannya dengan kuat.

Jenderal Nugna Alvares memimpin tentaranya dan, selama serangan ini, berhasil melintasi tempat-tempat yang paling berbahaya. Keberanian anak buahnya diandalkannya sedemikian kukuhnya hingga ia tetap jaya karena telah membebaskan Malaka dari pengepungan yang lama, dan dari musuhnya direbutnya empat ratus alat artileri, di antaranya yang berbobot seratus empat puluh pon caliber yang dibawanya ke armada lautnya, maka kemudian Kota Malaka yang mulai menjadi kunci perniagaan Hindia Timur. Sesudah itu Nugna bersama angkatan lautnya menuju Xisera; di sana Raja Aliena sudah menggantung banyak orang Belanda, dan setelah mereka bergabung dengannya, mereka merebut bentengnya

KOTA TUA

Sekilas Tentang Kota Tua Jakarta

1.     Letak Geografis
Kota Tua Jakarta terletak di Kelurahan Pinangsia Kecamatan Tamansari Kotamadya Jakarta Barat. Saat ini, kawasan Kota Tua berada di dua wilayah kotamadya, yaitu Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Kota Tua sebagai cikal bakal Jakarta, tentunya menyimpan banyak cerita di balik megahnya bangunan (tua) cagar budaya peninggalan masa lalu dari zaman kolonial Belanda.
Kota Tua Jakarta, daerahnya berbatasan sebelah utara dengan Pasar Ikan, Pelabuhan Sunda Kalapa dan Laut Jawa, sebelah Selatan berbatasan dengan jalan Jembatan Batu dan jalan Asemka, sebelah Barat berbatasan dengan Kali Krukut dan sebelah Timur berbatasan dengan Kali Ciliwung.
Kota Tua Jakarta di masa lalu merupakan kota rebutan yang menjadi simbol kejayaan bagi siapa saja yang mampu menguasainya. Tak heran jika mulai dari Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Sunda –Pajajaran, Kesultanan Banten –Jayakarta, Verenigde Oost-indische Compagnie (VOC), Pemerintah Jepang, hingga kini Republik Indonesia melalui Pemerintah DKI Jakarta, terus berupaya mempertahankannya menjadi kota nomor satu di negara ini.

2.      Latar Belakang Sejarah
Sejarah Kota Tua Jakarta dimulai dari sebuah pelabuhan yang kini dikenal sebagai Sunda Kalapa. Pelabuhan ini pernah dikenal berbagai bangsa di dunia sebagai pelabuhan dagang internasional termegah di Asia Tenggara. Fa Hsien pengelana Cina pada abad ke-5 M menceritakan bahwa di bentangan Teluk Jakarta terdapat sebuah wilayah kekuasaan yang disebut “To-lo-mo” atau Tarumanegara.[1] Hal ini juga terdapat di dalam kronik Dinasti Tang yang menyebutkan tentang kedatangan utusan-utusan kerajaan To-lo-mo (penyebutan orang-orang Cina terhadap Ta-ru-ma) pada tahun 525, 528, 666 dan tahun 669 M ke negeri Cina. To-lo-mo disamakan dengan ucapan lidah orang-orang Cina untuk negeri Ta-ru-ma atau Tarumanegara.
Sagimun (1988:34) juga menjelaskan, bahwa kerajaan Taruma-negara atau Taruma berasal dari kata tarum, yaitu sejenis tumbuh-tumbuhan yang daunnya dibuat nila, yakni bahan cat biru dari daun tarum (indigofera). Nila sering digunakan untuk mewarnai kain atau sejenisnya. Kata tarum juga dipergunakan sebagai nama sungai di Jawa Barat, yaitu Citarum. Jika kita perhatikan secara geografis, maka letak kerajaan Tarumanegara itu memang terletak di aliran Citarum.[2]
Kerajaan Tarumanegara dengan rajanya yang terkenal, Purnawarman, wilayah kekuasaannya meliputi kawasan Jakarta, Bekasi, Banten, dan Citarum. Hal ini dapat di ketahui dari tujuh buah prasasti yang ditemukan di kawasan Bogor, Banten dan Jakarta, yakni prasasti Ciaruteun, Jambu, Kebon Kopi, Muara Cianteun, Lebak, dan prasasti Tugu[3]. Prasasti yang terakhir inilah yang paling banyak memberikan keterangan dan petunjuk mengenai kerajaan Hindu tertua di pulau Jawa, yaitu Tarumanegara.
Prasasti Tugu ditemukan pada tahun 1878 di Kampung Batu Tumbuh, Desa Tugu, Kelurahan Semper, Kecamatan Cilincing, sebelah Tenggara Tanjung Priok, Jakarta Utara. Pada 1910, prasasti ini dipindahkan ke Museum Pusat[4] (Kini Museum Nasional/ Museum Gajah), dan replica-nya masih dapat kita saksikan di Museum Sejarah Jakarta atau Museum Fatahillah.
Setelah Raja Purnawarman wafat, tidak diketahui siapa pengganti baginda. Selama beberapa abad kerajaan Tarumanegara seolah hilang begitu saja dan kerajaan ini mengalami masa kegelapan di dalam sejarah. Hal ini karena tidak ada satupun sumber sejarah (seperti prasasti atau batu bertulis) yang menceritakan tentang aktivitas kehidupan manusia di Jawa Barat setelah Tarumanegara mengirimkan utusannya yang terakhir pada 669 M ke negeri Cina.
Rupanya kerajaan Tarumanegara telah dikalahkan oleh suatu kekuasaan luar. Namun, tidak mungkin seluruh rakyatnya musnah dan lenyap begitu saja dari permukaan bumi. Ada dugaan kuat, bahwa kerajaan Tarumanegara dihancurkan oleh kerajaan Sriwijaya (yang pusatnya di Palembang). Hal ini dapat diketahui dalam prasasti Keduken Bukit, Kota Kapur dan Prasasti Palas Pasemah di Lampung.
Pada tahun 686 M, Sriwijaya melaksanakan ekspedisi militernya ke Bhumijawa. Hal ini tercantum di dalam prasasti Kota Kapur yang berangka tahun saka 608 atau tahun 686 M. Di dalam prasasti ini diceritakan pula bahwa Bhumijawa tidak mau tunduk kepada kerajaan Sriwijaya. Oleh karena itu, kerajaan Sriwijaya mengirimkan tentaranya untuk menyerang dan menghukum Bhumijawa.
Dugaan ini semakin kuat bahwa Bhumijawa yang dimaksud di dalam prasasti Kota Kapur itu jelas adalah Tanah Jawa atau Pulau Jawa. Kerajaan atau  negeri yang letaknya di Bhumijawa dan berdekatan dengan kerajaan Sriwijaya pada waktu itu adalah kerajaan Tarumanegara. Maka sangat dimungkinkan kerajaan Tarumanegara diserang dan dihancurkan oleh kerajaan Sriwijaya.[5]
Beberapa abad kemudian, (pelabuhan) Tarumanegara dikenal sebagai pelabuhan Kalapa. Karena berada di bawah penguasaan Kerajaan Sunda –Pajajaran, maka kemudian bernama Sunda Kalapa[6] yang terletak di muara sungai Ciliwung. Hal ini didasarkan atas keterangan di dalam prasasti Batu Tulis yang ditemukan pada 15 Juni 1960.
Penjelasan mengenai pelabuhan Sunda Kalapa ini juga diperkuat oleh keterangan seorang pelaut Belanda Jan Huygen van Linschoten, yang menemukan rahasia-rahasia perdagangan dan navigasi bangsa Portugis, dalam karyanya Itinerario, Lincshoten mengungkapkan bahwa “pelabuhan utama di pulau ini (jawa) adalah Sunda Calapa. Di tempat ini didapati sangat banyak lada yang bermutu lebih tinggi daripada lada India atau Malabar...”[7]
Kerajaan Sunda –Pajajaran diperkirakan muncul pada abad ke-14 dan pusat pemerintahannya terletak di Pakuan, Bogor. Rajanya yang terkenal ketika itu adalah Sri Baduga Maharaja. Menurut Baros, seorang pengelana Portugis, jumlah penduduk kerajan Sunda Pajajaran berkisar 100.000 jiwa. Baros, juga menambahkan, bahwa penduduk yang bermukim di Sunda Kalapa ketika itu kurang lebih 10.000 jiwa.[8]
Pelabuhan Sunda Kalapa merupakan salah satu dari enam pelabuhan penting di bawah penguasaan kerajaan Sunda Pajajaran yang ramai dikunjungi pedagang-pedagang lokal dan internasional terutama dari negeri Cina. Pelabuhan-pelabuhan itu antara lain pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tanara, Cimanuk dan Kalapa atau Sunda Kalapa.
Pelabuhan Kalapa atau Sunda Kalapa merupakan pelabuhan yang letaknya paling strategis. Pelabuhan ini mencuat pada abad ke-14 dan semakin terkenal di awal abad ke-16.[9] Dimana ketika itu orang-orang Portugis di Malaka telah menjalin kerjasama perdagangan dan pertahanan dengan penguasa Sunda Kalapa pada 21 Agustus 1522 yang diwujudkan ke dalam prasasti Padrao (baca: Padrong).
Sementara itu di tempat lain, di sebelah Barat Kerajaan Sunda telah muncul Kesultanan Banten serta di sebelah Timur-nya telah muncul pula Kesultanan Demak dan Kesultanan Cirebon yang ternyata juga sangat berminat terhadap Pelabuhan Sunda Kalapa yang ramai itu.
Akhirnya, pada 22 Juni 1527,[10] Kesultanan Demak, Cirebon dan Banten bersatu di bawah pimpinan Fatahillah menyerbu Sunda Kalapa yang secara cepat berhasil merebut dan menguasai Sunda Kalapa. Bangsawan asal Sumatera sekaligus menantu dari Sultan Trenggono –penguasa Demak ini, kemudian mengganti nama Sunda Kalapa yang baru direbutnya itu, menjadi pelabuhan “Jayakarta” yang berarti kemenangan sempurna,[11] atau kemenangan yang gilang gemilang.
Fatahillah, kemudian diangkat menjadi bupati Jayakarta, yang secara hierarkis bertanggung jawab kepada Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, wali yang berkedudukan di Cirebon. Setelah Sunan Gunung Jati wafat pada 1568, putranya Maulana Hasanudin menjadi Sultan berdaulat di Banten dan Jayakarta menjadi wilayah vasal dari kesultanan Banten. 
Penguasaan Jayakarta berlangsung dari 1527 hingga 1619 yang berakhir ketika orang-orang Belanda di bawah bendera VOC[12] pimpinan Jan Pieterszoon Coen[13] berhasil menaklukan Jayakarta dan mengusir Pangeran Ahmad Jakarta beserta pasukannya ke hutan Jati hingga wafat dan dikubur di sana.JP. Coen dengan bebasnya menghancurkan keraton dengan seluruh isinya dan mengganti nama Jayakarta menjadi Batavia. Di bawah penguasaannya, Batavia akan dijadikan ibukota suatu kerajaan perdagangan raksasa dari Tanjung Harapan sampai Jepang dengan orang Belanda yang memonopolinya. Ia juga membangun galangan kapal dan rumah sakit, berbagai rumah penginapan dan toko, dua buah gereja di (dalam dan di luar benteng) Batavia.
Ternyata, tidak semua mimpi JP. Coen membuahkan hasil. Sang pendiri Batavia ini terlampau dianggap kontroversial serta bahkan oleh sejarawan kolonial abad ke-20, JA. Van Den Chijs dikatakan bahwa “namanya selalu berbau darah”.[15] Namun, terlepas dari semua itu, pada ulang tahun Batavia ke-250 (1869) di Waterlooplein (Lapangan Banteng), dibangun patung JP.Coen yang berpose gaya Napoleon. Namun, sayang pada masa Jepang patung tersebut dilebur menjadi logam tua.[16]
Pusat Kota Batavia terletak di bekas Balai Kota yang kini menjadi Museum Sejarah Jakarta/ Museum Fatahillah. Bangunan bertingkat dua yang menjadi pusat kota dan pemerintahan VOC se-Asia tenggara itu diselesaikan pada tahun 1712. Namun, dua tahun sebelumnya telah diresmikan oleh Gubernur Jenderal Abraham Van Riebeeck (1653-1713).[17] Tentang bangunan itu sendiri sebetulnya merupakan Balai Kota kedua dari Balai Kota pertama yang lebih kecil, sederhana dan didirikan pada tahun 1620, tapi hanya bertahan selama beberapa tahun saja.
Kegiatan-kegiatan di dalam Balaikota sangat beragam, selain mengurus masalah pemerintahan juga mengurus masalah perkawinan, catatan sipil, peradilan, tempat hukuman mati, dan perdagangan sehingga dahulu masyarakat mengenalnya sebagai “Gedung Bicara”. Kemudian, Balai Kota ini juga menjadi penjara yang sangat menyeramkan, karena banyak para tahanan yang mati sebelum dijatuhkannya hukuman. Di samping itu juga Balai Kota digunakan sebagai pusat milisi atau Schutterij dari tahun 1620-1815 yang dikomandani oleh seorang ketua Dewan Kota Praja.Pada bulan Agustus 1816, Balai Kota menjadi tempat peristiwa bersejarah bahwa Sir John Fendall mengembalikan Hindia kepada Belanda, sehingga berakhirlah pemerintahan sementara Inggris (1811-1816). Pada tahun 1925 gedung Balai Kota ini menjadi kantor pemerintahan Provinsi Jawa Barat sampai Perang Dunia II. Pemerintah Kota Praja Batavia pindah ke tempatnya di Medan Merdeka selatan di samping gedung bertingkat Pemerintah DKI Jakarta sekarang.
Seusai Perang dunia II, gedung Balai kota itu dipakai sebagai Markas tentara (Kodim 0503). Sewaktu Ali Sadikin menjadi gubernur, gedung dipugar dengan sangat baik, dan sejak 1974 menjadi Museum Sejarah Jakarta. Sementara itu, bentuk kota Batavia awal direncanakan sesuai dengan kebiasaan Belanda, dengan jalan-jalan lurus dan parit-parit. Pengembangan kota ini pun tidak surut walaupun pada tahun 1628 dan 1629 kota Batavia dikurung tentara Mataram.
Sepeninggal JP. Coen (1629), perkembangan kota makin pesat di bawah Gubernur Jendral Jacques Specx. Kali besar yang semula berkelok diluruskan menjadi parit terurus dan lurus menerobos kota. Kastil atau benteng yang adalah tempat kediaman dan kantor pejabat tinggi pemerintah VOC di keempat kubunya ditempatkan meriam serta tentara untuk menjaga kediaman pejabat tinggi itu serta barang-barang berharga yang tersimpan dibalik tembok kuatnya.
Di seberang Kali Besar dan kubangan yang menjorok ke barat laut, didirikan Bastion Culemborg untuk mengamankan pelabuhan Batavia. Bastion atau kubu ini sekarang masih ada. Pada tahun 1839 Menara Syahbandar didirikan didalamnya. Di belakang tembok kota, yang mulai berdiri dari Culemborg lalu mengelilingi seluruh kota sampai tahun 1809, dibangun berbagai gudang di tepi barat (pertengahan abad ke-17). Gudang-gudang ini dipakai untuk menyimpan barang dagangan seperti pala, lada, kopi dan teh. Sebagian besar gudang penting ini sekarang digunakan sebagai Museum Bahari.
Lebih tua dari semua gudang tersebut adalah Compagnies Timmer Er Scheepswerf (Bengkel Kayu dan Galangan Kapal Kumpeni). Tanah tempat Museum Bahari berdiri pada waktu galangan ini mulai beroperasi masih merupakan rawa-rawa dan empang. Galangan kapal sudah berfungsi di tempat sekarang ini juga sejak tahun 1632, di atas tanah timbunan di tepi barat Kali Besar. Sampai penutupan Ciliwung di Glodok (1920), Kali Besar ini menyalurkan air Ciliwung ke Pasar Ikan. Tetapi, kini air Kali Krukut sajalah yang mengalir melalui Kali Besar.
Tentang Kali Besar ini, hingga awal abad ke-18 merupakan daerah elit Batavia. Di sekitar kawasan ini juga dibangun rumah koppel yang dikenal kini sebagai Toko Merah dikarenakan balok, kusen dan papan dinding didalamnya di cat merah. Rumah ini di bangun sekitar tahun 1730 oleh G. Von Inhoff sebelum ia menjabat gubernur jenderal.[18] Pada abad ke-18 ini pula, Batavia menjadi termasyhur sebagai Koningin Van Het Oosten (Ratu dari Timur), karena bangunannya dan lingkungan kotanya demikian indah bergaya Eropa yang muncul di benua tropis.
Namun, pada akhir abad ke-18 citra Ratu dari Timur itu menurun drastis. Willard A. Hanna dalam bukunya “Hikayat Jakarta” mencatat, bahwa kejadian itu diawali oleh gempa bumi yang begitu dahsyat. Malam tanggal 4-5 November 1699, yang menyebabkan kerusakan besar pada gedung-gedung dan mengacaukan persediaan air dan memporak-porandakan sistem pengaliran air di seluruh daerah. Gempa itu disertai letusan-letusan gunung api dan hujan abu yang tebal, yang menyebabkan terusan-terusan menjadi penuh lumpur. Aliran sungai Ciliwung berubah dan membawa sekian banyak endapan ke tempat dimana sungai itu mengalir ke laut, sehingga kastil yang semula berbatasan dengan laut seakan-akan mundur sekurang-kurangnya 1 kilometer ke arah pedalaman.
Untuk menanggulangi berbagai masalah penyaluran air dan guna membuka daerah baru di pinggiran kota, pihak VOC Belanda telah mengubah sistem terusan yang ada secara besar-besaran. Pembukaan terusan baru yang penting tepat di sebelah Selatan kota pada tahun 1732. Jatuh bersamaan waktunya dengan wabah besar pertama suatu penyakit, yang sekarang diduga adalah mal-aria (malaria), suatu bencana baru bagi penduduk kota yang berulang kali menderita disentri dan kolera (pada zaman itu belum diketahui).
Pada tahun 1753 Gubernur Jenderal Mossel atas nasehat seorang dokter menganjurkan supaya air kali dipindahkan dari tempayan ke tempayan dengan membiarkan kotorannya mengendap sampai tampak bersih, lalu tidah usah dimasak. Sampai akhir abad ke-19 banyak orang tak peduli dan minum air Ciliwung begitu saja.
Hampir tidak dapat dibayangkan betapa tidak sehatnya daerah kota dan sekitarnya pada abad ke-18. Orang-orang kaya memang mampu meninggalkan rumah mereka di Jalan Pangeran Jayakarta dan pindah ke selatan, ke kawasan Jalan Gajah Mada dan Lapangan Banteng sekarang. Tetapi tidak demikian halnya dengan orang miskin, sehingga bahkan tidak mampu lagi untuk dikubur di pekuburan budak-belian, di lokasi yang kini menjadi tempat langsir Stasiun Kota di sebelah utara Gereja Sion. Karena itu pula, Batavia di akhir abad ke-18 mendapat julukan baru sebagai Het graf der Hollander (kuburan orang Belanda).
Akibat berikutnya, sesudah 1798 banyak gedung besar di dalam kota juga kampung lama para Mardijker yang digunakan sebagai ‘tambang batu’ untuk membangun rumah baru di daerah yang letaknya lebih selatan. ‘Tambang Batu’ ini terjadi karena begitu banyak orang susah mendapatkan makanan dan karena wilayah di selatan kota tengah dibangun, maka orang-orang miskin kala itu banyak yang menggugurkan rumah dan menjual bebatuannya untuk memperoleh makanan. John Crawfurd dalam bukunya Descriptive Dictionaryof The Indian Islands and Adjacent Countries (London, 1856) menuliskan :
“Orang Belanda tidak memperhatikan perbedaan sekitar 45 derajat garis lintang, waktu mereka membangun sebuah kota menurut model kota-kota Belanda. Apalagi kota ini didirikan pada garis lintang enam derajat dari khatulistiwa dan hampir pada permukaan laut. Sungai Ciliwung yang dialirkan melalui seluruh kota dengan kali-kali yang bagus, tak lagi mengalir karena penuh endapan. Keadaan ini menimbulkan wabah malaria, yang terbawa oleh angin darat bahkan ke jalan-jalan di luar kota. Akibatnya, meluaslah penyakit demam yang mematikan. Keadaan ini makin parah selama 80 tahun -sesudah Batavia didirikan, oleh serentetan gempa bumi hebat yang berlangsung pada tanggal 4-5 November 1699. Gempa tersebut menyebabkan terjadinya gunung longsor, tempat pangkal sumber air ini. Aliran airnya terpaksa mencari jalan baru dan banyak lumpur terbawa arus. Tak pelak lagi, kali-kali di Batavia bahkan tanggul-tanggulnya penuh dengan lumpur. Penanggulangan keadaan buruk itu baru dilaksanakan waktu pemerintahan Marsekal Daendels pada zaman Perancis tahun 1809 (zaman Perancis sesungguhnya hanya berlangsung dari bulan Februari sampai Agustus 1811). Penanggulangan tersebut diteruskan sampai pada 1817 di bawah pemerintahan Belanda yang ditegakkan kembali. Banyak kali di timbun dan kiri-kanan sungai dibentengi tanggul sampai sejauh satu mil masuk teluk. Operasi yang dilanjutkan oleh para insinyur yang cakap, berhasil menormalkan arus sungai tersebut. Sesudahnya Batavia tidak sehat daripada kota pantai tropis manapun. Bagian kota yang baru atau pinggiran kota tidak pernah mempunyai reputasi jelek”.[19]

Sementara itu, pada 09 Mei 1821 Bataviasche Courant melaporkan, bahwa 158 orang meninggal akibat kolera di Kota dan tiga hari kemudian 733 korban lagi di seluruh wilayah Batavia. Rumah sakit masih sangat jelek dan hanya orang-orang yang sangat kuat saja yang dapat meninggalkan bangsal rumah sakit dalam keadaan hidup.
Tragedi ini menjadi akhir kisah Oud Batavia dan menjadi awal pembentukan Nieuw Batavia (Batavia Baru) di tanah Weltevreden (kini sekitar Gambir dan Monas). Inilah tragedi mengerikan tentang sebuah kota akibat kegagalan penduduknya dalam mengelola lingkungan. Akankah tragedi ini terulang? Semua bergantung pada kearifan kita dalam memahami alam lingkungan yang serba terbatas di hadapan nafsu manusia yang kerap melampaui batas sewajarnya.
VOC hanya bertahan hingga 1799,[20] setelah itu pemerintahan Nederlansche Indie (Hindia Belanda) di ambil alih langsung oleh Kerajaan Belanda. Di bawah penguasaan langsung dari Kerajaan Belanda, pada pertengahan abad ke-19, kawasan Nieuw Batavia ini berkembang pesat. Banyak bangunan-bangunan berarsitektur indah menghiasi kawasan ini.
Pada 1942 tentara Jepang berhasil mengambil alih kekuasaan Kerajaan Belanda atas Batavia dan mengganti namanya menjadi Jakarta begitu pun Pelabuhan Batavia digantinya menjadi Pelabuhan Jakarta.[21] Pada periode ini banyak bangunan peninggalan Belanda yang diratakan dengan tanah. Salah satunya Amsterdam Poort yang terletak di jalan Cengkeh sekarang. Untung saja Jepang berkuasa tidak lebih dari tiga tahun, tepat pada pada 17 Agustus 1945, Hindia Belanda di Proklamasikan rakyat Indonesia dan Jakarta namanya diabadikan sebagai ibukota dari Republik Indonesia.

3.      Pentingnya Pelestarian Kota Tua Jakarta
Dengan latar belakang sejarah yang begitu panjang, maka sangat layak jika kemudian daerah bekas kekuasaan berbagai kerajaan dan negara itu kita sebut sebagai Kota Tua. Sebagai Kota yang tua (lama), sudah tentu banyak menyimpan bangunan-bangunan (tua) sisa peninggalan para pendahulu yang bernilai sejarah, arsitektur dan arkelologis dari beberapa zaman yang berbeda.
Untuk melestarikannya, pemerintah DKI Jakarta melindungi bangunan-bangunan tersebut berdasarkan Undang-Undang Monumenten Ordonantie No.19 tahun 1931, (Staatsblad Tahun 1931 No. 238), yang telah diubah dengan Monumenten Ordonantie No. 21 Tahun 1934 (Staatsblad Tahun 1934, No. 515).[22] Upaya ini tak lepas dari peran dan ide sang Gubernur Jakarta ketika itu, yakni Ali Sadikin (1966-1977) tatkala dirinya banyak berkunjung ke Eropa saat menjabat sebagai Deputy Menteri Panglima Angkatan Laut sebelum menjadi gubernur.
Bang Ali (panggilan akrab Ali Sadikin), segera merealisasikan ide dan gagasannya itu dengan berlandaskan pada Undang-Undang di atas ke dalam SK Gubernur No.Cb. 11/1/12/1972 tanggal 10 Januari 1972 yang pada intinya berisi penetapan tentang pemugaran bangunan, penetapan daerah khusus yang dilindungi karena bernilai sejarah dan arsitektur Upaya ini sempat terhenti selama lebih dari 20 tahun, dan dinilai perlu untuk menetapkan pengaturan benda-benda cagar budaya dengan mengeluarkan Undang-Undang No.5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (BCB) yang setahun kemudian direalisasikan oleh Pemda DKI Jakarta dengan mengeluarkan SK Gubernur No.Cb. 475 Tahun 1993 yang isinya menetapkan Bangunan-Banguan Bersejarah dan Monumen di DKI Jakarta dilindungi sebagai bangunan cagar budaya (BCB) oleh pemerintah.
Benda Cagar Budaya seperti yang dimaksud di dalam undang-undang tersebut adalah benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak, yang merupakan kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisanya, yang berusia sekurang-kurangnya 50 tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Semua benda cagar budaya, yang terdapat di wilayah hukum Republik Indonesia, dikuasai oleh negara.
Asep Kambali, pemerhati Kota Tua Jakarta mengatakan bahwa di Jakarta terdapat lebih dari 216 bangunan cagar budaya (BCB) yang dilindungi berdasarkan SK Gub. No. 475/1993 yang diantaranya itu hampir 75% kondisinya sangat mengkhawatirkan.[23]  Hal ini menjadi bukti bahwa warga Jakarta belum memiliki perhatian dan kepedulian terhadap potensi kotanya sendiri. Ini juga disinyalir sebagai rendahnya kesadaran sejarah dan budaya warga kota metropolitan tersebut.


4.      Potensi yang terabaikan
Kini, kawasan Kota Tua Jakarta sedang dibenahi Pemda DKI Jakarta dalam suatu proyek revitalisasi. Namun, berdasarkan pengamatan penulis, sangat disayangkan proyek tersebut baru serius dikerjakan ketika terdapat beberapa bangunan-banguan (tua) cagar budaya telah hancur dan kondisinya sangat memprihatinkan. Jembatan Kota Intan yang dibangun 1628 misalnya, kini diambang roboh karena kondisinya telah rapuh. Ditambah lagi beberapa bangunan lain seperti seperti Museum Bahari yang atapnya roboh pertengahan tahun 2006 lalu; Gedung Cipta Niaga yang dibangun sekitar 1910-an, kini kondisi atapnya telah roboh; gedung Kota Bawah yang semakin hari semakin merana, dan sebagainya yang itu semua teramati secara jelas oleh Peneliti ketika melakukan observasi ke daerah Kota Tua Jakarta.
Gedung-gedung tersebut merupakan saksi sejarah yang seharusnya dipelihara, dilestarikan dan dimanfaatkan sebagi potensi pariwisata yang bermanfaat ekonomis dan sosial. Namun, sejak pemerintah memfokuskan pembanguan ke kawasan “segitiga emas” Jl. Sudirman, Jl. MH. Thamrin dan Jl. HR. Rasuna Said, kawasan Kota Tua sepertinya dilupakan oleh pemerintah lebih dari 30 tahun sejak Bang Ali menetapkan Kota Tua Jakarta sebagai kawasan cagar budaya yang dilindungi.
Salah satu proyek revitalisasi yang gencar dilakukan dan kini tersendat adalah Proyek Tunel (Tempat Penyeberangan Orang Bawah Tanah –TPO BT) yang menghubungkan Museum Bank Mandiri dengan Stasiun BeOS –Jakarta Kota. Proyek itu sangat kontroversial karena kabarnya tidak melibatkan sejarawan dan arkeolog dalam pelaksanaanya. Kabarnya proyek ini melanggar SK Gub. No.475/1993, dan berdasarkan SK tersebut, proyek ini layak jika disebut sebagai Archeological Crime. Hal ini disebabkan proyek tidak dihentikan ketika banyak ditemukannya artefak-artefak dari dalam tanah pada proyek tersebut.[24]
Proyek yang lain adalah Pembangunan Predestrian (trotoar) Jalan Pintu Besar Utara sepanjang 300 meter. Proyek ini walaupun telah selesai, kabarnya juga kontroversial. Konsep yang di kerjakan oleh arsitek kenamaan Budi Liem, juga mengundang kritik banyak pihak seperti ahli tata ruang kota, Marco Kusumawidjaja.[25]
Kedua proyek di atas, sebenarnya adalah untuk mendukung Revitalisasi Kota Tua yang sudah hampir 30 tahun tersendat. Namun, perlu digarisbawahi, hal yang paling penting adalah bahwa ini tak terlepas dari upaya bagaimana sesungguhnya menumbuhkan penghargaan, kepedulian dan kesadaran masyarakat terhadap kawasan Kota Tua Jakarta.
Pemerintah jujur mengakui, bahwa generasi muda kita saat ini kurang begitu suka berkunjung ke museum atau pun ke Kota Tua Jakarta.[26] Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran sejarah dan budaya masyarakat Jakarta terhadap kotanya. Belajar sejarah merupakan sesuatu yang membosankan, apa lagi berkunjung ke museum  yang sama sekali belum menjadi habbit (kebiasaan). Betapa tidak, pilihan diluar museum lebih manjanjikan dan menyenangkan, seperti mall, toserba, bioskop 21, atau tempat-tempat hiburan lain ketimbang museum dan Kota Tua. Selain akses lalulintas yang saban hari macet, keamanan dan kenyamanan pengunjung menjadi taruhan. Upaya ini memang harus menyeluruh dan sinergi berbagai pihak sangat diperlukan.

5.      Yang Masih Tersisa
Bagi warga ibukota, Kota Tua Jakarta merupakan tempat yang ‘asing,’ menyulitkan dan sekaligus menakutkan. Kehidupan malam atau siang di kawasan ini dikenal sangat crowded. Bagi yang baru pertama kali ke daerah Kota, disarankan untuk tidak pergi sendirian, apalagi jika seorang perempuan. Tetapi sangat berbeda bagi Komunitas Historia dan para penggemarnya, malam atau siang tetap saja menyenangkan, karena di kawasan ini terdapat banyak sekali bangunan tua dari jaman Belanda yang menjadi tempat belajar sejarah dan jalan-jalan santai yang menantang dan menyenangkan. Di kawasan Kota Tua Jakarta terdapat bebeberapa bangunan (tua) cagar budaya seperti gedung Stasiun BeOS[27] yang dibangun pada 1925; gedong Factorij Nederlandshe Handel Matshappij (NHM) yang dibangun tahun 1929 –kini Museum Bank Mandiri; gedung Stadhuis VOC (1707) –kini Museum Sejarah Jakarta; Pelabuhan Sunda Kalapa (1527); Jembatan Kota Intan (1628); de Javasche Bank (1828) –kini Museum Bank Indonesia; Toko Merah (1730); kawasan glodok sebagai perkampungan orang-orang Cina di Batavia (1740); daerah Pekojan sebagai kampungnya orang Arab di Batavia; Gereja Sion (1695) yang dahulu dikenal sebagai De Nieuwe Portugeesche Buiten Kerk; area bekas Gudang VOC Sisi Barat (Westijzsche Pakhuiszen)  yang dibangun 1652 –kini Museum Bahari, dan bangunan bekas Gudang Kayu di belakang Museum Bahari sebagai penunjang galangan kapal di Batavia, serta beberapa bangunan lain yang kondisinya sangat megah dan indah
Dan bagaimana perkembangan yang aka datang tentang Kota Tua, apakah akan hilang tinggal nama nya saja atau tetap dijaga

Gerbang Kerkoff Peucut

Sekilas sejarah tentang Gerbang Kerkoff Peucut

Kerkoff merupakan bahasa Belanda yang memiliki arti "kuburan", sedangkan Peutjoet atau Peucut adalah asal kata dari Pocut yang berarti "putra kesayangan" Sultan Iskandar Muda, yang dihukum oleh ayahnya sendiri yaitu "Sultan Iskandar Muda" karena telah melakukan kesalahan fatal dan kemudian dimakamkan di tengah kuburan Kerkoff.
Pekuburan Peucut sekarang menjadi bukti sejarah dan dapat ditemukan di pekuburan Belanda Kerkhoff. Disini dikuburkan kurang lebih sekitar 2200 orang serdadu Belanda, dan termasuk di antaranya serdadu Jawa, Batak, Ambon, Madura dan beberapa serdadu suku lainnya yang tergabung dalam Angkatan Bersenjata Hindia-Belanda. yang kuburannya masih dirawat dengan baik. Hingga saat ini Pemerintah Kerajaan Belanda sangat terharu dan menghormati warga Banda Aceh yang merawat dengan rapi kuburan Kerkhoff tersebut. Mereka tidak habis pikir bahwa bangsa yang dijajah mau merawat makam para penjajahnya.
Pada relief dinding gerbang makam tertulis nama-nama serdadu Belanda yang meninggal dalam pertempuran dengan masyarakat Aceh dan setiap relief ada 30 nama, daerah pertempuran, seperti di Sigli, Moekim,  Tjot Basetoel, Lambari en Teunom, Kandang, Toeanko, Lambesoi, Koewala, Tjot  Rang - Pajaoe, Lepong Ara, Oleh Karang - Dango, dan Samalanga, dan meninggalnya para serdadu belanda ini pada tahun (1873-1910). Sekitar 2200 tentara Belanda termasuk 4 jenderalnya sejak tahun 1883 sampai tahun 1940an dikuburkan di sini. Di antara para serdadu Belanda tersebut ada beberapa nama prajurit Marsose yang berasal dari Ambon, Manado dan Jawa. Para prajurit Marsose yang berasal  dari Jawa ditandai dengan identitas IF "inlander fuselier" di belakang  namanya, prajurit dari Ambon dengan tanda AMB, prajurit dari Manado dengan tanda MND, dan serdadu Belanda  dengan tanda EF/ F. Art.
Makam Kerkoff Peutjoet – Pernah mendengar tentang komplek pemakaman bernama Kerkoff Peutjoet? Komplek pemakaman ini merupakan komplek makam serdadu dan jendral Belanda terluas di dunia yang ada di luar Belanda. Di komplek ini pula lah terdapat makam putra mahkota Sultan Iskandar Muda, yaitu Meurah Pupok. Komplek pemakaman ini juga merupakan bukti sejarah perlawanan rakyat Aceh terhadap Belanda yang akan menjajah tanah mereka.
Lokasi Dan Transportasi
Makam Serdadu Belanda atau juga bernama Kerkoff Peucut ini terletak di dalam kota Banda Aceh. Yaitu di jalan Teuku umar, desa blower, kota Banda Aceh. Jika pengunjung akan menuju kesini, maka pengunjung dapat masuk dari pintu gerbang yang terletak di depan lapangan blang padang. Untuk masuk ke lokasi pemakaman ini, pengunjung tidak akan dikenakan biaya sepeser pun.
Karena letaknya yang berada di pusat kota banda Banda Aceh, maka untuk transportasinya pun terdapat banyak pilihan. Pengunjung dapat menggunakan kendaraan pribadi atau pun menggunakan angkot, biasa masyarakat sekitar menyebut angkot ini dengan sebutan labi-labi.
Jika pengunjung menggunakan kendaraan pribadi, maka pengunjung dapat melintasi Jalan Sultan Iskandar Muda. Tepat di seberang depan lapangan blang padang akan tampak jalan masuk menuju lokasi makam Kerkoff Peutjoet ini, yaitu di sebelah museum tsunami. Pengunjung dapat masuk ke jalan tersebut dan parkir di depan pintu gerbang makam, karena di depan gerbang sudah tersedia lahan parkir yang rapi dan teratur.
Jika pengunjung akan menggunakan labi-labi, maka pengunjung dapat memilih labi-labi jurusan Terminal Keudah – Ulee Lheue, Terminal Keudah – Lamlagang, Terminal Keudah – Lamteumen, atau Terminal Keudah – Lhoknga. Semua jurusan labi labi itu akan melewati makam kerkoff.
Jika pengunjung masih bingung dimana lokasinya, pengunjung dapat minta dengan sopir labi labi untuk berhenti di depan makam kerkoff nanti. Ongkos yang anda bayarkan untuk sekali naik labi-labi adalah Rp 4.000*). Alternatif lainnya pengunjung dapat pula menggunakan becak motor, dengan membayar Rp 7.000*) maka pengunjung akan diantarkan langsung menuju lokasi makam kerkoff ini.
Sejarah Singkat
Komplek pemakaman kerkoff ini pada mulanya dibangun tahun 1880. Lokasi lahan ini dulunya merupakan tempat kandang kuda yang ditumbuhi padang ilalang. Pada tahun 1873 saat itu Belanda masuk ke Aceh untuk menguasai daerah Aceh. Namun tujuan tersebut tidak berjalan mulus, karena mendapat perlawanan dari pejuang-pejuang Aceh. Akibat perlawanan itu, Belanda pun tak mampu menguasai seluruh wilayah Aceh.
Belanda hanya mampu menguasai daerah perkotaan, sedang wilayah pedesaan mereka selalu kalah menghadapi perlawanan dari pejuang Aceh. Banyak pasukan Belanda yang tewas akibat perlawanan itu, bahkan jendral kohler yang menjadi pemimpin peperangan pun tewas akibat tembakan yang mengenai dahinya. Tidak hanya dari pihak Belanda, dari pihak pejuang Aceh pun banyak yang tewas akibat peperangan ini.
Awalnya serdadu serdadu Belanda yang tewas ini di makamkan ditempat daerah peperangan itu terjadi. Sampai akhirnya jasad-jasad para serdadu Belanda tersebut di kumpulkan dan dimakamkan kembali dalam satu lokasi yang dibangun oleh Belanda, dimana lokasi pemakaman itu diberi nama kerkhoff. Komplek pemakaman ini menampung sekitar 2000 prajurit Belanda dari berbagai pangkat.
Mulai dari prajurit bawahan sampai yang berpangkat jendral, semua di makamkan dalam satu lokasi ini. Pada dinding sisi pintu gerbang pemakaman kerkoff terdapat nama nama serdadu Belanda yang dimakamkan disana, tersusun berdasarkan tempat jasad mereka ditemukan.
Walau tercantum nama nama serdadu Belanda di dinding itu, namun tidak semuanya di makam kan di kerkoff,sebagiannya di makamkan di taman makam pahlawan yang terletak sekitar 500 meter dari komplek pemakaman kerkoff ini.
Komplek pemakaman kerkoff ini tidak hanya menampung prajurit Belanda yang tewas akibat perang, tapi juga tempat di makamkan nya pejabat tinggi Belanda yang meninggal karena sakit. Karena komplek pemakaman ini memiliki banyak nilai sejarah, maka dibentuklah sebuah yayasan peucut oleh kolonel koela bhee dan lamie djeuram. Yayasan ini dibentuk sebagai wadah dari Belanda untuk merawat komplek pemakaman kerkoff.
Wisata
Lokasi komplek pemakaman kerkoff ini memiliki luas lahan sekitar 150 x 200 meter atau 3,25 hektar. Dimana tempat ini merupakan makam prajurit militer Belanda yang terluas di dunia. Terdapat sekitar 2000 prajurit Belanda yang di makamkan disini. Selain terdapat makam prajurit Belanda, disini terdapat pula makam jenderal JHR Kohler, Jenderal Van Der Heyden, Jenderal PEL, dan Jenderal Van Aken.
Pada sisi kiri dan kanan pintu gerbang komplek pemakaman terdapat deretan nama prajurit dan jendral yang di makamkan disini. Di dalam komplek kerkoff ini terdapat susunan batu nisan yang di cat berwarna putih dan berjajar rapi, pada setiap batu nisan tersebut terdapat penjelasan tentang orang yang dimakamkan, yang tewas karena perang ataupun karena sakit.
Di lokasi pemakaman ini pula terdapat makam putra mahkota Sultan Iskandar Muda, yaitu Meurah Pupok. Yang tewas di bunuh ayahnya sendiri karena Meurah Pupok dituduh melakukan perbuatan zina.
Makamnya terletak diantara makam makam serdadu Belanda, yang tampak tidak terawat dan terdapat papan nama yang dipasang oleh pemerintah setempat, yang memberi tahukan bahwa makam itu merupakan makam meurah pupok.


Gerbang Kuburan Kerkoff Peucut
                                                              Gerbang Makam Kerkoff

Thursday, August 28, 2014

Wisata Bahari Pulau Raja Ampat

Pesona Keindahan Pulau Raja Ampat adalah kepulauan di papua barat yang amat indah, keindahan kepulauan ini terkenal hingga ke seluruh dunia dengan keindahan pantai, laut, kehidupan bawah laut, iklim tropis dan dipadu keindahan pepohonan yang rimbun dan masih asri.
Sejumlah turis tampak asyik bersantap dan mengobrol santai sambil memandang lepas ke arah laut yang didominasi warna biru, hijau, dan putih. Warna-warna itu muncul karena pengaruh dari hamparan terumbu karang di dasar laut yang dangkal maupun dalam. Mereka sedang menikmati makan siang di Papua Diving Resort, perairan Irian Jaya Barat.Teriknya matahari dan cerahnya udara justru membuat gemas para tamu untuk kembali menyelam dan menyelam. Cahaya matahari kerap menembus celah-celah gelombang laut sampai ke karang. Keelokan pemandangan dan biota lautnya memang membuat kesan mendalam bagi para wisatawan. Bagi pencinta wisata pesisir dan bawah air yang fanatik, Raja Ampat sangat dikenal bahkan dinilai terbaik di dunia untuk kualitas terumbu karangnya.Banyak fotografer bawah laut internasional mengabadikan pesona laut Raja Ampat. Bahkan ada yang datang berulang kali dan membuat buku khusus tentang keindahan terumbu karang dan biota laut kawasan ini. Pertengahan 2006 lalu, tim khusus dari majalah petualangan ilmiah terkemuka dunia, National Geographic, membuat liputan di Raja Ampat yang akan menjadi laporan utama pada 2007.Raja Ampat adalah pecahan Kabupaten Sorong, sejak 2003. Kabupaten berpenduduk 31.000 jiwa ini memiliki 610 pulau (hanya 35 pulau yang dihuni) dengan luas wilayah sekitar 46.000 km2, namun hanya 6.000 km2 berupa daratan, 40.000 km2 lagi lautan. Pulau-pulau yang belum terjamah dan lautnya yang masih asri membuat wisatawan langsung terpikat. Mereka seakan ingin menjelajahi seluruh perairan di “Kepala Burung” Pulau Papua.Wilayah ini sempat menjadi incaran para pemburu ikan karang dengan cara mengebom dan menebar racun sianida. Namun, masih banyak penduduk yang berupaya melindungi kawasan itu sehingga kekayaan lautnya bisa diselamatkan. Terumbu karang di laut Raja Ampat dinilai terlengkap di dunia. Dari 537 jenis karang dunia, 75 persennya berada di perairan ini. Ditemukan pula 1.104 jenis ikan, 669 jenis moluska (hewan lunak), dan 537 jenis hewan karang. Luar biasa.
Bank Dunia bekerja sama dengan lembaga lingkungan global menetapkan Raja Ampat sebagai salah satu wilayah di Indonesia Timur yang mendapat bantuan Coral Reef Rehabilitation and Management Program (Coremap) II, sejak 2005. Di Raja Ampat, program ini mencakup 17 kampung dan melibatkan penduduk lokal. Nelayan juga dilatih membudidayakan ikan kerapu dan rumput laut.Papua Diving, satu-satunya resor eksotis yang menawarkan wisata bawah laut di kawasan itu, didatangi turis-turis penggemar selam yang betah selama berhari-hari bahkan hingga sebulan penuh mengarungi lekuk-lekuk dasar laut. Mereka seakan tak ingin kembali ke negeri masing-masing karena sudah mendapatkan “pulau surga yang tak ada duanya di bumi ini”.Pengelolanya tak gampang mempersiapkan tempat bagi wisatawan. Maximillian J Ammer, warga negara Belanda pemilik Papua Diving Resort yang juga pionir penggerak wisata laut kawasan ini, harus mati-matian menyiapkan berbagai fasilitas untuk menarik turis dari mancanegara. Sejak memulai usahanya delapan tahun lalu, banyak dana harus dikeluarkan. Namun, hasilnya juga memuaskan. Setiap tahun resor ini dikunjungi minimal 600 turis spesial yang menghabiskan waktu rata-rata dua pekan.
Penginapan sangat sederhana yang hanya berdinding serta beratap anyaman daun kelapa itu bertarif minimal 75 euro atau Rp 900.000 semalam. Jika ingin menyelam harus membayar 30 euro atau sekitar Rp 360.000 sekali menyelam pada satu lokasi tertentu. Kebanyakan wisatawan datang dari Eropa. Hanya beberapa wisatawan asal Indonesia yang menginap dan menyelam di sana.“Turis menyelam hampir setiap hari karena lokasi penyelaman sangat luas dan beragam. Keindahan terumbu karangnya memang bervariasi sehingga banyak pilihan dan mengundang penasaran. Ada turis yang sudah berusia 80 tahun masih kuat menyelam,” tutur Max Ammer yang beristrikan perempuan Manado.Tiga tahun lalu, Papua Diving membangun penginapan modern tak jauh dari lokasi pertama. Ternyata, penginapan yang dibangun dengan mengandalkan bahan bangunan lokal ini hampir selalu penuh dipesan. Padahal tarifnya mencapai 225 euro atau sekitar Rp 2,7 juta per malam. Di lokasi yang baru, dilengkapi peralatan modern, termasuk fasilitas telepon internasional dan internet.Turis ke Raja Ampat hanya ingin ke Papua Diving di Pulau Mansuar karena fasilitas dan pelayannya sudah berstandar internasional, juga makanannya. Mereka mendarat di Bandara Domne Eduard Osok, Sorong, langsung menuju lokasi dengan kapal cepat berkapasitas sekitar 10 orang yang tarifnya Rp 3,2 juta sekali jalan. Perlu waktu sekitar 3-4 jam untuk mencapai Mansuar.Seperti pulau lainnya, Mansuar tampak asri karena hutannya masih terjaga dan air lautnya pun bersih sehingga biota laut yang tidak jauh dari permukaan bisa terlihat jelas. Turis cukup berenang atau ber-snorkelling untuk melihat keindahan laut, sedangkan jika ingin mengamati langsung kecantikan biota laut di kedalaman, mereka harus menyelam.Warga lokal dilibatkan dalam pembangunan dan pengelolaan resor, bahkan 90 dari 100 karyawannya adalah warga Papua. Penduduk juga memasok ikan, sayur-mayur, buah-buahan, dan lainnya. Salah satu paket wisatanya mengunjungi perkampungan untuk melihat tanaman dan hewan khas setempat, termasuk burung Cendrawasih. Banyak wisatawan yang menjadi donatur pembangunan gereja dan pendidikan anak-anak sekitar Man- suar.Max Ammer mempunyai komitmen untuk meningkatkan ekonomi dan keterampilan warga setempat. Mereka ada yang dilatih berbahasa asing dan menggunakan peralatan selam. Wisatawan pun merasa aman di kala siang maupun malam saat menikmati terik dan tenggelamnya matahari maupun saat berenang dan menyelam di laut yang sangat dalam.Selain kelautan dan perikanan, Raja Ampat memiliki kekayaan sumber daya alam, antara lain minyak bumi dan nikel. Di dasar lautnya juga banyak terdapat kapal-kapal karam bekas Perang Dunia II yang diperkirakan memuat “harta karun” bernilai tinggi. Namun, jika salah kelola, kegiatan eksploitasi semua itu dikhawatirkan mengancam kelestarian dan keindahan alam lautnya.

Tempat Objek Wisata Di Aceh

Kotamadya Sabang

001.Benteng Anoi Itam
002.Benteng Baterai A
003.Benteng Baterai B
004.Benteng Baterai C

Kotamadya Banda Aceh

005.Kher Khoff
006.Gunongan
007.Pendopo Gubernur/ Kraton
008.Museum Aceh/ Rumoh Aceh
009.Lonceng Cakra Donya
010.Makam Kandang Meuh
011.Makam kandang XII
012.Tamam Putroe Phang/ Pinto Khop
013.Monumen RI Seulawah 001
014.Taman Budaya
015.Mesjid Raya Baiturrahman
016.Makam Syiah Kuala
017.PLTD Apung/ Lepas Pantai
018.Mesjid Baiturrahim-Ulee Lheu
019.Museum Tsunami Aceh

Kabupaten Pidie - Sigli

020. Bendungan Pintu Satu
021. Bendungan Keumala
022. Bendungan Cubo
023. Bendungan Beuracan
024. Bendungan Blang Awe
025. Benteng Kuta Asan
026. Benteng Iskandar Muda
027. Benteng Portugis Kuala Gigieng
028. Tugu Meurah Dua
029. Makam Putroe Balee
030. Makam Tengku di Kandang
031. Makam Tengku Japakeh
032. Makam Tengku Chik di Laweung
033. Makam Putroe Sani
034. Makam Tuanku Hasyim Banta Muda
035. Makam Tengku Chik di Pasi
036. Makam Tengku Chik di Reubee
037. Makam Tengku Muhammad Daud Beureu'eh
038. Tongkat Teumeureuhom
039. Kampus Jabal Ghafur
040. Mesjid Guci Keuramat
041. Mesjid Madinah
042. Mesjid Po Teumeureuhom

Kabupaten Aceh Jeumpa - Bireuen
043. Rumah Adat/Makam Tengku Chik Awe Geutah
044. Makam Tengku Lapan
045. Pendopo/Batee Kerung
046. Tugu Perjuangan
047. Kawasan Sentral Kerajinan keramik Cot Bada

Kabupaten Aceh Utara – Lhok Seumawe

048. Makam Tengku Peut Ploh Peut
049. Makam Sultanah Nahrisyah
050. Makam Siti Abdullah Tajul Nilah
051. Makam Tengku Balee-Bakee
052. Makam Said Syaref
053. Makam Perdana Menteri
054. Makam Raja Muhammad
055. Makam Para Raja Syuhada Cot Plieng
056. Makam Naina Husam Al Din
057. Makam Tengku Syaref
058. Makam Tengku Shaleh Salihin
059. Makam Maulana Abdurrahman Al Fasi
060. Makam tengku Al 'Ala Binti Malikul Dahir
061. Makam Panglateh/ Pang Nanggroe
062. Makam Petua Dolah
063. Makam Cut Asiah
064. Tugu Cot Plieng
065. Makam Malikussaleh
066. Rumah Adat Cut Meutia

Kota Lhokseumawe

067. Museum Malikulsaleh
068. Makam Putro Neng
069. Makam Tengku Chik Ditunong
070. Pabrik Gas Alam Cair

Kabupaten Aceh Tengah

071. Dermaga Wisata
072. Didisen
073. Atu Tingok
074. Atu Kude
075. Atu Lintang
076. Atu Belah
077. Atu Payung
078. Atu Berukun
079. Pilar Belanda/ Hotel Buntul Kubu
080. Istana Raja Ilang
081. Peninggalan Sejarah Kerajaan Islam Linge
082. Umah Mampak
083. Tugu Putri Bungsu
084. Kebun Nanas Poles
085. Makam Muyang Sangeda
086. Mesjid Tua Kebayakan
087. Taman Buru
088. Gua Loyang Koro
089. Gua Loyang Sekam/ Peteri Pukes
090. Gua Loyang Peteri Ijo
091. Gua Loyang Datu
092. Gua Loyang Kaming
093. Gua Loyang Moyang Prupi
094. Burni Telong

Bener Meriah

095.Makam Datu Beru
096.Monumen RRI Rime Raya

Gayo Lues

097.Mesjid Penampaan
098.Datu Pining

Langsa

099.Makam Ampon Chik Banta Beureudah
100.Makam Keramat Ampon Chik Muda Lamkuta

Aceh Timur

101.Makam Sultan Syekh Sayeed
102.Maulana Abdul Azizsyah
103.Makam Sultan Maqdum Alaidinsyah
104.Makam Sultan Malik Ahmad
105.Makam Sultan Ahmad Albaqari
106.Makam Sultan Ahmadsyah / Banta Ahmad
107.Makam Raja-Raja Labuhan
108.Makam Raja Nago
109.Makam Tengku Dimadat
110.Makam Tengku Awe Dhuk
111.Makam Tengku Ben Guci
112.Makam Abu Bakar Siddiq / Tengku Syik Peureulak
113.Makam Tengku Tanoh Mirah
114.Makam Putri Jawiyah Cut Kala
115.Makam Putri Nurqadimah
116.Makam Nurui A'la
117.Bukit Kerang
118.Monisa

Aceh Tamiang

119.Makam Tengku Raja Sulong
120.Makam Tengku Derambong
121.Makam Tengku Tinggi
122.Makam Tengku Panglima Panjang
123.Makam Tengku Panglima Hitam
124.Makam Tengku Sultan Trenggulong
125.Makam Tan Po Garang
126.Makam Sultan Al Nasir
127.Situs Purbakala Bukit Kerang
128.Makam Tengku Seumuyong
129.Makam Tengku Blang Nibong

Aceh Barat Daya

130.Situs Kerajaan Kuala Batee
131.Situs Peninggalan Sejarah Lama Tuha
132.Makam Batee Meuculek

Aceh Selatan

133.Irigasi Gunong Pudong
134.Irigasi Paya Dapur
135.Irigasi Simpang Sibade
136.Suluk Pesantren Darussalam
137.Al Qur'an Ds. Dalam
138.Makam Syekh Muda Wally Al Khalidy
139.Makam Teungku Keramat Peulumat
140.Makam Teuku Cut Ali
141.Makam Teuku Panglima Raja Lelo

142.Makam Teuku Raja Angkasah
143.Makam Raja Trumon
144.Kuburan Syahid
145.Bunker Jepang
146.Bevak Belanda
147.Makam Tuan Tapa
148.Mesjid Tuo Pulo Kameng
149.Batee Gua Meukuta Panton Bili

Aceh Singkil

150.Benteng Sultan Daulat
151.Makam Syekh Abdurrauf Al-Singkili
152.Makam Hamzah Fansury

Aceh Barat
153.Makam Teuku Umar Johan Pahlawan
154.Makam Po Cut Baren
155.Putehlah
156.Makam Teuku Leubee Ani
157.Benteng Woyla

Pulau Simeulue

158.Makam Tengku Khalilullah

Nagan Raya
159.Tambang Emas Linto Po Baja
160.Tugu Kemerdekaan
161.Makam Habib Muda di Pulo Ie
162.Makam Habib Muda Di Peuleukeung
163.Makam Sahid Di Lhok Mareu
164.Makam Teuku Di Seumot
165.Kuburan Belanda
166.Taman Pahlawan
167.Situs Kerajaan Islam Ujong Raja
168.Mesjid Dayah

Aceh Jaya

169.Makam Po Teumeuruhom

Aceh Tenggara

170.Rumah Adat Suku Alas
171.Balai Adat Sepakat Segenap
172.Mesjid Penampaan
173.Kawasan Industri Rumah Tangga
174.Mbacang Kumbang

Baiturrahman Great Mosque is one of the most magnificent mosque in Indonesia, and Southeast Asia

Baiturrahman Great Mosque is one of the most magnificent mosque in Indonesia, and Southeast Asia

Baiturrahman Great Mosque is a large mosque to witness the history of the silent historical grandeur, majesty and glory of the kingdom of Aceh Darussalam history throughout the centuries.
World Europe understand that the Sultanate is the Iskandar Muda Aceh achieve progress so rapidly, so it is often called the heyday of Aceh is the Sultan Iskandar Muda (1607-1636). At the time of Iskandar Muda in charge of the world, especially European Portuguese that has been occupied Malacca and other Asian century ago since some fail conquer Aceh, according to the review and analysis of experts from the Portuguese explained that at the time of Iskandar Muda in power, the strength of the military in Aceh is in the peak of glory and power beyond in the Portuguese, the Portuguese is the power of Europe at that time that made the expansion kedunia outside to find the source of the economy. Portuguese is first entered Asia, especially Southeast Asia after a few centuries later, followed by tramp-tramp of the New Netherlands, the UK, France and the United States.A century before the Sultan Iskandar Muda power that is precisely the sultanate sultan Alauddin Syah Al-Riayat son Kahhar crown sultan Alaiddin Mughayatsyah believed that as the founder of the kingdom of Aceh Darussalam, has brought the kingdom of Aceh towards the signal. At the time of Sultan Al-Kahhar power opened its relationship with the outside world, including; Gujarat / India, Arab nations, Egypt, Turkey, China and the nations of the world from Europe and America also brisk trade with the kingdom of Aceh Darussalam.The triumph achieved by the sultan al-Kahhar and its inherited and developed by Sultan Iskandar Muda, the triumph in the Iskandar Muda in Aceh as overawe and stunning the world in Europe, so that the kingdom of Aceh and were always call on by European traders during the year, and the Portuguese at that time is a developed countries of Europe represent the world has never surrendered to the Aceh for trade along the Malacca strait into the central port of the world trade.Too much wealth that the earth is a treasure trove that is not completely in the archipelago of islands make people lust for the Portuguese all the more days that the more belly. The Portuguese did not willingly leave the benefits of trade fell to the hands of others, even though they themselves have been successfully taking advantage doubled during the period before the opportunity ply the Malacca. Professor CRBoxer record what was raised by Jorge de Lamos, the director of the treasury in Portuguese Goa / India around the year 1590-an, the results obtained from the sultan of Aceh trade outside of his country to the Red Sea in one year. Results export pepper and others as many as 30,000 to 40,000 kwintal worth three to four million darkat gold. De Lemos said;
"Truly, truly, very incredible wealth of Sumatra, so if exported successfully seized Aceh, surely 'crown' the kingdom of Portugal-Spain will be able to restore wilyah-Christian areas that have been (including Jerusalem) even (be able to) overthrow Ottoman kingdom ( turkey).Attention include the Sultan Iskandar Muda field Religion, education, and trade relations in addition to the Military field can not be in the that. In the field of Religion, Sultan Iskandar Muda Baiturrahman mosque built in the year 1614, the Baiturrahman mosque was built by Iskandar Muda far different from the architecture of the mosque Baiturrahman now. Based on the testimony of Peter Mundy in 1637 in his visit to the kingdom of Aceh in the year 1600-an, Baiturrahman Mosque built by Iskandar Muda does not have a single peak of the dome but the row has a dome-shaped parallelogram and has some cover the terraced roof, when viewed at a glance looks like with a dome or pagoda former Hindu cultural heritage that is far in the past had been the religion of the people of Aceh.Very be pitied because the mosque was burned by the Dutch during the Dutch war ultimatum issued to the kingdom of Aceh Darussalam on 1 April 1873, Dutch burn Raya Baiturrahman mosque on 10 April 1873, in an effort to seize the palace palace or kingdom of Aceh with the first weaken troop morale high Aceh Raya Baiturrahman mosque maintain until the last point of blood. See the fortress troops aceh mosque is located in the Netherlands bullet hail of fire into the mosque until the building burned. Finally, the mosque can be mastered by the Netherlands on 14 April 1873 after experiencing pressure and resistance from the soldiers off the Aceh, the Netherlands pay the expensive up his courage destroy religious symbol which is very respected and beloved people of Aceh, so that after the successful Dutch mosque on 14 April 1873 attack top Baiturrahman Great Mosque led by Major General JHR Kohler, Kohler does not monitor how long the mosque complex with teropongnya suddenly ditembak by Kohler troops killed in Aceh so that in maintaining the mosque, the position of the Netherlands squeezed its many troops lost their morale so that the mosque complex, which may have been burned by troops seized back the kingdom of Aceh.But a year later, behind the Netherlands again. On 6 January 1874, the Netherlands subduct Baiturrahman Mosque and palace Aceh. Mesjid this be the Netherlands, because the defense is considered a combatant Aceh. Burning is known only up anger of the people of Aceh. Netherlands to see that Aceh can not be conquered, and not enough with the way the military, next to the heart of Aceh for the combatants and stopping the attack, the Netherlands, and then rebuild the mosque at 24 Syafar 1299 Hijriiah or 27 December 1881. Its permanent location in a place like this now.Laying the first stone made Lieutenant-General Karel Van der Heijden from the Netherlands, while the people of Aceh represented by Teuku Kadhi Malikul Fair as well as key mosque. In the next stage of development management prepared by Shaikh Marhaban carried out a large home dominie Pidie, Aceh. Development of the mosque was designed by an architect from the Bruins Burgelijke Van Departement Openbare Werken (Public Works Department) in Batavia.While monitoring is done Luyke LP, assisted several other engineers and Penghulu of Garut that the pattern does not conflict with Islam. Material development mosque are part of Penang, Malaysia, the marble stones of Holland, stone and marble stairs to the floor in datangkan China, for the iron window of belgium, wood from Burma and the pillars of the mosque, Surabaya. Building materials diborong Lie A sie, a Lieutenant China that the cost of wholesale 203,000 Gulden.Building a mosque is completed in the year 1882 with a dome and have this fixed Masjid Mosque is named Baiturrahman highway. In the year 1935, Governor General A.P.H. Van Aken expand the building into three mosque dome. At the time Ali Hasjmy the Governor of Aceh, mosques highway back to this restoration, and expanded into five pieces dome. Two towers are in the year 1967. In the year 1992-1995, Baiturrahman Great Mosque again restored and expanded to seven and five fruit dome towers.
Total, this mosque which has 136 units and 32 pole circular fruit rectangular pillars. Area of the mosque is 56 x 34 meters, while the foyer 12.5 x 10.5 meters that are able to accommodate about 15 thousand to the Jamaah. Even reached 30 thousand Jamaah Idul Fitri prayer time, as The Road and Road M. Hours on the left and right side of the mosque, used as a place of prayer.

Struggle of the Aceh people to maintain highway Baiturrahman mosque so hard not easy ditaklukkan, the Aceh people have the confidence that the highway Baiturrahman mosque still maintained even though the enemy has membakarnya symbol because the strength of the mosque is a feast for the spirit of the people the struggle of the war against the Netherlands.
After the Dutch experience loss and a huge defeat in the war against the kingdom of Aceh, Aceh's first war has cost a very expensive war in the Netherlands, so go to the Netherlands, the other failure conquer Aceh war years in the Netherlands in 1873 obtained a jibe from the UK, where much has been previously warned the UK to the Netherlands not to disrupt the sovereignty of the Kingdom of Aceh has been respected by the British, Dutch loss is loss of its soldiers who are very much in Aceh, the general also attended a number of senior officer who participated in the invasion that killed get criticism from the European alone.Baiturrahman Great Mosque is known not only in the region itself but also to the world famous and is one of the most magnificent mosque in Indonesia, and Southeast Asia.

Baiturrahman Great MosqueBaiturrahman Great Mosque

                                                                              Banda Aceh

TRAGEDI COT PULOT JEUMPA

TRAGEDI COT PULOT JEUMPA

Khusus nya orang-orang tua di Cot Pulot Jeumpa Aceh Besar tidak bisa melupakan tragedi Cot Pulot, Jeumpa dan Leupeung yang terjadi 56 tahun. Tragedi terbesar pada masa orde lama ini diawali dari bentakan militer Indonesia yang menyeret warga berdiri berjejer di pantai.Dalam amuk kemarahan yang membara-bara, prajurit TNI mengiring anak-anak, pemuda dan orangtua ke pantai Samudera Indonesia. Mereka diperintahkan menghadap lautan lepas. Beberapa detik kemudian, tanpa ampun, moncong senjata otomatis memuntahkan ratusan peluru. Puluhan tubuh pria tewas membasahi pasir. Dalam sejarah kelam, fakta ini dikenal dengan peristiwa Cot Pulot Jeumpa di Gampông Cot Pulot dan Gampông Jeumpa Kecamatan Leupung Kabupaten Aceh Besar pada Februari 1955.Insiden yang meluluhlantakan nilai-nilai kemanusiaan diawali dari sehari sebelumnya sebuah truk militer membawa berdrum-drum minyak dan 16 tentara melintasi Cot Pulot. Mendekat jembatan Krueng Raba Leupung, tentara Darul Islam yang dipimpin oleh Pawang Leman menghadang. Pawang Leman adalah mantan camat setempat yang pada zaman revolusi Indonesia berpangkat mayor.Tembakan beruntun menyebabkan truk terbakar. Semua prajurit Batalyon B anak buah Kolonel Simbolon dan anggota Batalyon 142 dari Sumatera Barat anak buah Mayor Sjuib berguguran dijilat kobaran api. Tentara Darul Islam menyebut pasukan Republik Indonesia dengan Tentara Pancasila. Esoknya, satu peleton (berkekuatan 20-40) Tentara Republik merazia pelaku. Razia dari rumah ke rumah tidak membawa hasil. Kekesalan tentara sudah di ubun-ubun. Anak-anak hingga kakek yang ditemukan di jalan atau tempat bekerja digiring ke pantai.Penembakan pertama pada Sabtu, 26 Februari 1955 yang dilakukan oleh Batalyon 142 terhadap 25 petani di Cot Pulot. Penembakan kedua pada Senin, 28 Februari 1955 oleh Batalyon 142 terhadap 64 nelayan di Jeumpa. Penembakan ketiga pada tanggal 4 Maret 1955 di Kruengkala. Akibatnya 99 jiwa meregang nyawa dengan rincian di Cot Jeumpa 25 jiwa, di Pulot Leupung 64 dan Kruengkala 10 jiwa. Usia termuda yang wafat yakni 11 tahun dan paling tua berusia 100 tahun. Pembantaian ini sebagai balas dendam terhadap rekan-rekannya yang ditembak oleh tentara Darul Islam. Indonesia menutup rapat-rapat pembantai warga sipil yang pertama dilakukan di Aceh oleh negara.

Koran Peristiwa

Suasana kekalutan itu semakin gempar dengan pemberitaan surat kabar Peristiwa pada awal Maret 1955. Isi koran yang terbit di Kutaradja ini dikutip oleh berbagai media ibu kota di Jakarta dan internasional. Peristiwa memuatnya dengan judul enam kolom di halaman pertama. Disebutkan pada tanggal 26 Februari 1955 kira-kria jam 12 siang WSu (Waktu Sumatera) sepasukan alat-alat negara menangkap seluruh lelaki penduduk Cot Jeumpa yang didapati di rumah. Mereka dikumpulkan di pinggir laut. Lalu tanpa periksa, seluruh pria itu ditembak hingga semua rebah bermandikan darah.Peristiwa mewartakan pada tanggal 28 Februari 1955, kira-kira jam 12 siang WSu, orang berpakain seragam menembak mati 64 warga Leupung. Mereka ditangkap di rumah, sedang melempar jala, memancing dan lain-lain. Kemudian dikumpulkan di pinggir laut. Peristiwa memberitakan, mayat-mayat yang bergelimpangan itu dikuburkan dalam dua lubang besar. Peristiwa memuat nama korban lengkap dengan umur dan tempat tinggalTentu militer Indonesia menolak publikasi Peristiwa. Komandan Tentara Teritorium I Bukit Barisan Pada tanggal 10 Maret 1955 memberi penjelasan kejadian sebagai berikut. Pada tanggal 22 Februari 1955 sepasukan tentara yang ditempatkan di Lhong berangkat pagi-pagi jam 06.30 WSu, 16 tentara dari Peleton 32 Batalyon 142 menuju Kompi II di Lhok Nga untuk mengambil bahan makanan dan bensin. Pada sorenya satu satu truk membawa perbekalan dan bensin menuju Lhoong.Ibarat membungkus bangkai, pasti tercium bau. Pemimpin Redaksi Peristiwa Achmad Chatib Aly (sering disingkat menjadi Acha) melakukan investigasi yang luar biasa. Koran yang terbit di Jalan Merduati No. 98 Kutaradja menjadi tumpuan warga untuk mengetahui hal-hal yang coba disamar-samarkan itu. Kala itu, militer Indonesia memblokir jalan ke Tempat Kejadian Perkara (TKP). Acha tidak kehilangan akal dengan menyewa boat nelayan. Tugas jurnalistik ditunaikan dengan baik. Seminggu kemudian, Peristiwa edisi 3 Maret 1955 memuat laporan bernas di halaman satu dengan judul “Bandjir Darah di Tanah Rentjong”. Peristiwa edisi 10 Maret 1955 mencantumkan daftar warga yang ditembak oleh Batalyon 142, Peleton 32 dengan memakai senjata Bren, 2 mobil, 2 jeep, 2 truk.

Tak ayal, berita ini dikutip oleh beberapa harian yang terbit di Jakarta seperti Indonesia Raya. kemudian dikutip oleh media terbitan luar negeri sepeti New York Times, Washington Post yang terbit di Amerika Serikat atau Asahi Simbun yang terbit di Jepang. Warga Aceh di Jakarta melancarkan protes keras kepada Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo agar mengirim misi menyelidiki kasus itu.Berdasarkan pemberitaan Peristiwa yang dirintis pada awal tahun 1954, Hasan Tiro yang tinggal di New York Amerika Serikat mengetahui sepak terjang Indonesia. Diplomat cerdas ini menilai eksekusi massa itu adalah genosida. Hasan Tiro yang dicabut paspor diplomatik Indonesia pada tahun 1954 semakin yakin, Aceh yang diibaratkan sebagai bagian dari puluhan kamar yang berteduh dalam rumah bernama Indonesia sudah waktunya dipertanyakan.Berhasilkah Hasan Tiro menempatkan kasus Cot Jeumpa, Pulot dan Leupeung dalam agenda PBB? Beberapa surat kabar terbitan Medan Sumatera Utara seperti Lembaga, Tangkas, dan Warta Berita menulis kasus yang dilapor oleh Hasan Tiro tertera dalam agenda PBB. “Bila kemudian tak dibicarakan di PBB itu lain soal. Kejadian di Aceh itu sudah jadi perhatian internasional,” tulis Zakaria M. Passe di Majalah Tempo edisi 24 Oktober 1987.Kekerasan oleh negara pada tahun 1955 terulang lagi di Aceh pada era reformasi seperti pembantaian di Beutong Ateueh, Simpang KKA, Bumi Flora dan lain-lain. Pembantaian demi pembantaian menjadi pelajaran agar hal-hal ini mesti dicegah dengan membangun konstruksi komunikasi. Tidak ada manusia yang bisa mencegah gempa bumi dan tsunami. Namun sebaliknya, masyarakat bisa mencegah konflik bersenjata.Pada dimensi lain, peran media seperti yang dilakukan oleh Pak Acha melalui koran Peristiwa dalam merawat ingatan generasi muda masa kini dan depan tetap mendapat porsi tersendiri. Korban kekerasan tidak bisa melupakan masa-masa pahit yang dialaminya. Korban kekerasan berpeluang untuk memaafkan masa lalu sambil mencoba berdamai dengan masa kini untuk merajut masa depan. Sedangkan bagi masyarakat, masa lalu adalah cermin untuk tidak mengulangi kesalahan lalu. Jika masa lalu diibaratkan seperti spion roda empat yang berukuran kecil dan diletakan di sisi kiri dan kanan serta dilirik sejenak saja, maka kaca depan kendaraan adalah masa kini dan masa depan yang mesti ditatap serius.

Semadu Islands, Beautiful sights in LHOKSEUMAWE

Semadu Islands, Beautiful sights in LHOKSEUMAWE

Breezy sea breeze feels cool when mema vehicle adolescent appear to some to that, many day after day holiday. Its usual solid day in the afternoon. a tour of the location are beautiful Dilirik citizens; Semadu Island, Lhoksumawe. Now it seems that is the area in the beautiful city pedro dollar. for the citizens of Aceh and North Lhoksumawe tourism object as this is indeed the main goal. tourism object submerged in the other due to the prolonged conflict in Aceh. For example, the tourism object Blang Kola m, about 10 kilometers south of the city Lhoksumawe,Morth Aceh,Nanggroe Aceh Darussalam, Indonesia.This article from Masriadi Sambo - Aceh Magazine I quote from Aceh Loen SayangBreezy sea breeze feels cool when mema appear kenderaan some teenagers go there, busy day after day holiday. Its usual solid day in the afternoon. a tour of the location are beautiful Dilirik citizens; Semadu Island, Lhoksumawe. Now it seems that is the area in the beautiful city of Petro dollars. for the citizens of Aceh and North Lhoksumawe tourism object as this is indeed the main goal. tourism object submerged in the other due to the prolonged conflict in Aceh. For example, the tourism object Blang Kola m, about 10 kilometers south of the city Lhoksumawe.

conflict because it was forced to close in the public and no longer care te ..
while Ujong Blang beach, also lost keasriannya. Dozens of fallen trees dihantam abrasion mengganas beaches every year. Even rujak dozens of stalls in the area, also lost dihantam abrasion.No wonder if Seumadu Island as a tourism option citizen. Moreover, to get there is also not difficult. Located right in the front door of the main complex housing PT Arun. In front of the door housing for employees of oil companies in Aceh that way mulus spread wide. Follow this road, about 100 meters later, the board will be visible to the name with the word "Welcome to Tourism Regions Seumadu Island ".Here is an area thick with pine make. Cool atmosphere, its tens of gull that location. Visitors can freely sit under the pine, just to remove the tired and enjoy leisure time. "Delicious, cool to sit here. The atmosphere is comfortable, "said Mauliyana Nova, one of the visitors to that place. He was tired with the release of five colleagues.Excess other tourism side by side with the PT Aromatic, companies in the stationery industry and PT Arun NGL it is the strategic location, not far from the road Medan - Banda Aceh. In addition, visitors are pampered by nature and save a lot of shell fish. If fishing hobby, where in place. In front of the cottages provide a place to sit and dishes, anyone can fish. The size of small tuna in the can easily. This is what makes Seumadu Island as a special. Not only tourists who are fishing in the area, if the day Monday to Friday, local fishermen also used tIn addition, the owner of a stall in the area also provides two forms of duck boat for children to play. Facilities gondola is already calculated into the price of parking. For motorcycles, the tour bandrol install US $ 0,2 ( RP 2.000 ), while for four-wheeled vehicles, US $ 0,5. If parking in the area has provided the official, the duck boats can be used for 15 minutes. The rest, must be willing alternately with other visitors.The boat will be rotating in front of the stalls. His shallow water be calculated, only about one and a half meters. Here's where the duck boats spoil visitors. If not happy to enjoy the tour of the beach stalls, please wade through a bay in front of the stalls that keep many of the fish. Usually, tourists always want to cross over. Want to enjoy the beach wave. To cross over, find a small shallow bay.

In a particular location, the bay has a depth of only half a meter. Bay Area is about 30 square meters. Across the bay, there are tens of pine and coconut trees that wave as if to invite visitors to enjoy a tour of the nearby beach. "If I bathe more often and fishing. While bringing the children to play here, "a Roni Saputra a visitor home cooked Kuli, North Aceh.Not only are the advantages and pulling Seumadu Island, if not know the whole being channeled singing hobby, so here is also available where pro karaoke happy. For this purpose, just order a drink in that place. There is no charge for the special hobby sing. Then ask what the songs will be sung to the owner of a stall. May also bring their own tapes. Which, it is concerned that the song collection you want is not owned stalls.Every weekend this place is visited by many people of Aceh Utara and Lhokseumawe. Also from the District Bireuen. However, if the regular day, most young people who pack the location of the tour. Tourism is indeed very spellbind, you will dibuai by breezy wind. Tired, stress and problems that are garbled in the head as it were lost immediately. That Seumadu Island, with the beauty of the lady's beach tourism.

 












Pulau Semadu

Beautiful Beach Lampuuk - Lhoknga - Aceh Besar,

Beautiful Beach Lampuuk - Lhoknga - Aceh Besar

Beautiful beach Lampuuk - Lhoknga - Aceh Besar, Aceh in the sand beach is also more and more fine white sand instead of chocolate and I kuta rough.
Before the earthquake and tsunami 26 December 2004, Beach Lampuuk object into one of the favorite tour of Aceh. Pine trees grow thick along the beach with the wind blowing a fresh coast. There are many places to eat fresh fish with the vendor that is ready and can be baked directly enjoyed by beach visitors.Unlike the case after the tsunami occurred, this beach looks quiet, reserved and much less pine trees exposed to the tsunami. However, this beach at this time began to run again either by the government. At the end of the weekend or holiday that many visitors come to picnic. Special staff of the Non-Government Organization (NGO) international duty in Aceh, many of them with a picnic and sail surfing. In addition, information that needs to be known by the visitors is the forbidden zone for the swim event, because the vortex wave is too dangerous.In the vicinity of the beach stands a majestic Andalas cement factory that had experienced severe damage due to earthquake and tsunami. Near the beach also seen a majestic white mosque - the only building that remains intact when the tsunami occurred in this area and has been determined by the local government as a monument tsunami tragedy. This mosque is one with a complex post-tsunami housing built Turkish government.Lampuuk very beautiful beach with white sand. On this beach the tourists can swim, sunbathing, fishing, sailing, surfing, diving and other recreational activities. In the coastal area of Padang Golf Seulawah there with a background panorama of the sea. In the afternoon the beach is rather beautiful and full of charm. Visitors can watch the beautiful sunset, so do not give a pleasure to remember.Lampuuk area is located in the west coast of Aceh on the tip of the island of Sumatra. He is in the District of Lhoknga, Aceh Besar regency. The location near the beach and can be Lhoknga through Banda Aceh - Calang (Aceh Jaya).Distance of the beach location with the city of Banda Aceh, capital of Province approximately 20 km. City of Banda Aceh can be a private vehicle in less than 20 minutes. If increased public transport, the labi-labi (Car passenger transport) department in Banda Aceh-Lhoknga be approximately 35 minutes.